Page 163 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 163
124 Orang Indonesia dan Tanahnya
(penyelidikan tanah) yang juga seluruhnya sejajar dengan izin
(vergunning) untuk penyelidikan-penyelidikan pertambangan.
Maka peraturan-peraturannya adalah menyimpang dari
lembaga-lembaga burgerlijk wetboek, tetapi yang karena salah
pengertian seringkali dianggap sebagai hak-hak privat yang
harus tepat sesuai dengan burgerlijk wetboek.
Hal ini sama saja dengan kasus erfpah di Sabang tahun 1909,
Tanjung Priok tahun 1915, penyewaan di Riau kepada orang-orang
Tionghoa tahun 1918, yang tidak lain-adalah konsesi-konsesi,
tetapi yang secara salah menggunakan nama privaatrechtelijk.
Juga pemberian tanah agraris (agrarische uitgifte) sebagai
eigendom tidaklah merupakan suatu penyerahan tanah dari
pemilik (eigenaar) ke pemilik (eigenaar), tetapi mengangkat
seorang eigenaar di atas sebidang tanah, yang sampai pada saat
itu merupakan tanah yang tidak bertuan (heerloos).
Demikian pula bukankah lembaga semacam itu di daerah-
daerah yang diperintah langsung disebut huur (sewa) atau
erfpacht, didaerah-daerah swapraja telah sejak semula disebut
dengan istilah jurist, landbouwconcessie? Bukankah di Sumatera
Timur “mempersewakan” tanah (verhuur van grond) kepada
pengusaha pertanian kecil? Bukankah penyerahan tanah
untuk “dipakai sementara” (tijdelijk ten gebruike afstaan van
grond) baik di Jawa maupun di luar Jawa juga merupakan suatu
lembaga yang murni bersifat hukum tata usaha (een zuiver
administratiefrechtelijke figuur), dan tidak dapat dipersamakan
dengan “pinjam-pakai” (bruikleen, peraturan agraris untuk
Menurut pasal 584 B.W. eigendom hanya dapat diperoleh dengan
jalan :
1. Pengambilan,
2. Penuaian (natrekking),
3. Lampau waktu (verjaring),
4. Penyerahan (overdracht atau levering dari eigenaar ke eigenaar).