Page 161 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 161
122 Orang Indonesia dan Tanahnya
saja mengenal sungguh-sungguh Batavia dan Buitenzorg, tetapi
juga Sukabumi dan Tosari?”
Dengan perkataan lain, para birokrat menganggap tindakan
tersebut sebagai suatu campur tangan yang tidak perlu. Mereka
beranggapan merekalah yang lebih “mengetahui” tentang duduk
persoalan yang sesungguhnya. Atau dengan gaya para birokrat
yang lain dengan rapi pernyataan domein atas tanah-tanah
yang tidak dibudidayakan tetap dihormati, dengan pernyataan
“Sampai menteri Mr. W. K. Baron van Dedem didalam suratnya
(depeches) yang terkenal dari tahun 1894 mengumumkan
pandangannya yang berlainan. Tetapi pemerintah Hindia
Belanda tetap juga menjalankan azas domeinverklaring yang
dahulu dalam tindakan-tindakannya.” Para birokrat kemudian
membiarkan pendapat menteri van Dedem tersebut menjadi
beku, karena tidak pernah dilaksanakan.
Tentu saja keteguhan hati dari para para birokrat ini bukan
hanya kecongkakan dan kepala batu semata-mata. Karena
bertahun-tahun lamanya pengalaman yang mendalam telah
mengajarkan kepada mereka itu, bahwa domeinverklaring sangat
berguna bagi menentukan arah politik agraria yang baik dan
yang sesuai dengan akal (redelijk). Bukankah, menurut anggapan
mereka, orang tidak dapat mengorbankan kepentingan Hindia
Belanda hanya karena kepicikan pengetahuan dari seorang
menteri?
Sebuah alasan, meskipun singkat, dianggapnya cukup
untuk dapat membenarkan tindakan-tindakannya. Pemerintah
memberikan tanah-tanah yang tidak dibudidayakan sebagai
sewa, erfpacht, kadang-kadang sebagai eigendom. Dan sejak
orang mulai memberikan kesempatan yang luas kepada
pengusaha-pengusaha pertanian partikelir (yaitu sejak tahun
1878 dan seterusnya), maka setiap orang mengakui, bahwa