Page 41 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 41
2 Orang Indonesia dan Tanahnya
pengertian-pengertian hukum Barat sebagai tolak ukurnya.
Memang sudah dapat dipastikan, jika hak-hak orang Indonesia
atas tanah-tanahnya diperuntukkan bagi petani-petani Belanda
yang bermukim di Veluwe atau Zuid-Holland, maka akan terjadi
keganjilan, keributan dan kekacauan, baik di tingkat parlemen
maupun di seluruh negeri. Akan muncul pula pertanyaan,
bolehkah orang menyamakan begitu saja hak-hak orang Bugis
atau Aceh atau Jawa atas tanah-tanah mereka dengan hak-hak
para pemilik tanah di Belanda—bukankah perbedaan antara
dua negeri itu terlalu besar?
Sepintas pertanyaan tersebut wajar dan masuk akal, sebab
jika kita ingat, betapa besarnya campur tangan raja-raja di
Jawa Tengah terhadap hak-hak atas tanah dari para kawula-
negaranya dari dulu sampai sekarang. Juga betapa besarnya
campur tangan yang terjadi di Madura atas hak-hak rakyat
atas tanah selama dalam pemerintahan raja-raja, keadaan yang
sama terjadi pula dalam kerajaan-kerajaan yang dahulu ada di
Bali; demikian pula apabila kita mengingat keadaan di Lombok
selama pemerintahan raja-raja Bali; sebaliknya, kita lihat betapa
sedikitnya campur-tangan kerajaan-kerajaan kecil di Batak,
dan betapa kecilnya campur-tangan seorang Sultan dari Siak
atau dari Ternate atas hak-hak agraris kawula-negaranya. Akan
timbul pertanyaan, apakah petani-petani Indonesia dengan
tanah-tanah pertaniannya yang berpindah-pindah dan yang
tetap, yang kering dan yang basah, yang tergantung pada hujan
dan yang diberi pengairan buatan, juga akan merasakan ikatan
yang sama kuatnya dengan tanahnya seperti petani-petani
Belanda dengan ladang-ladangnya di negeri Belanda? Inilah
yang lebih dahulu harus diketahui, sebelum kita menarik
persamaan-persamaan dan kesimpulan-kesimpulan.
Lagipula menurut mereka, hak-hak orang Indonesia yang
dipaparkan melalui “hak membuka tanah” (ontginningsrecht)