Page 46 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 46
C. Van Vollenhoven 7
Mengenai sebab-sebab adanya pembatasan-pembatasan
itu, sudah bertahun-tahun lamanya tidak dapat dipecahkan
oleh ahli-ahli bangsa Eropa. Mereka mengetahui bahwa seorang
pemilik tanah bangsa pribumi tidaklah bebas mengasingkan
tanah miliknya. Maka, dengan satu atau cara lain ia terikat
oleh pembatasan-pembatasan adat misalnya untuk ditanami
padi atau tebu, untuk pengembalaan, untuk pekarangan,
dan sebagainya; bahwa ia dilarang menjual, menggadaikan,
mewariskan kepada orang-orang yang bukan penduduk desa itu;
bahwa dalam penjualan atau penggadaian tanah yang diizinkan,
ia harus pula menerima campur tangan pemerintah desa; bahwa
seorang pemilik tanah dapat pula kehilangan miliknya jika ia
pindah ke desa lain dan seringkali dengan tidak adanya ganti
rugi jika tanah itu benar-benar dibutuhkan oleh desa; bahwa
di Ambon dan tempat-tempat lain di Timur Besar (Grote Oost)
tanah langsung diawasi oleh seorang dorpshoutvester atau oleh
seorang grondvoodg, seorang “pengawas hutan desa” yang sangat
dihormati di dalam desa itu, dan seterusnya.
Meskipun para peneliti bangsa Eropa belum mempelajari
sebab-sebab itu secara mendalam, tetapi mereka telah siap
dengan jawaban yang dianggapnya tepat. Pembatasan-
pembatasan adat itu, menurut mereka, tentu saja ditetapkan
oleh desa-desa itu sendiri, baik dengan peraturan yang tidak
tertulis, maupun karena atau dengan perintah-perintah dari
orang-orang yang berkuasa di desa itu. Tetapi mungkinkah
dalam wilayah-wilayah yang belum mengenal kongres-kongres,
percetakan dan surat-surat kabar, yang hampir tidak mengenal
pula alat-alat perhubungan menjalankan perintah-perintah yang
kemudian dapat sedemikian merata, yang bersamaan isi dan
temanya seakan-akan seperti perintah seorang jenderal dalam
susunan ketentaraan yang modern? Hal ini tidaklah mungkin
sama sekali.