Page 50 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 50
C. Van Vollenhoven 11
ulayat itu tidaklah sama pengejawantahannya, juga tidak sama
kecepatannya antara daerah dengan daerah yang lain, karena
masing-masing tergantung dari kebebasan agraris penduduk itu
sendiri. Kemudian jika hak ulayat itu telah menjadi lusuh sama
sekali, maka “hak milik pribumi yang melekat pada hak ulayat”
tersebut (ingeklemde inlandsch bezitrecht) akan berkembang
dengan sendirinya menjadi inlandsch bezitrecht yang bebas,
menjadi yang bebas dan muncul menjadi semacam eigendom
yang bersifat Indonesia.
Aceh, Bali, Madura, Bawean, Jawa Barat adalah daerah-
daerah dimana hak ulayat itu telah sangat lemah, sehingga
pemilik-pemilik tanah bangsa Indonesia dapat mengambil
manfaat secara bebas dan memperoleh penguasaan yang
bebas atas tanah-tanah pertaniannya (het vrij genot en de vrije
beschikking over zijn bouwveld). Adapun pemerintah dapat
mempercepat proses perubahan ini dengan jalan bekerjasama
dengan petani-petani pribumi itu agar mereka menjadi lebih
bebas; namun dengan mengeluarkan dekrit yang berisi suatu
penghapusan atau suatu pengingkaran terhadap hak ulayat
itu dengan tiada mengingat apakah tingkat perkembangan
penduduk sudah matang untuk itu, akibatnya bukanlah
percepatan suatu proses melainkan hanya suatu kekacauan
belaka.
Jadi jawaban atas pertanyaan apakah petani-petani
Indonesia wajib memperoleh perlindungan hukum seperti
petani-petani di Belanda adalah cukup jelas. Hak-hak mereka
harus mendapat perlindungan hukum dengan tidak ada
pengecualian, baik bagi daerah-daerah yang telah mengenal
hak eigendom Timur (inlandsch bezitrecht yang telah bebas,
yakni bebas dari hak ulayat desa ed.) maupun daerah-daerah
dimana terdapat inlandsch bezitrecht yang masih melekat pada
beschikkingsrecht suatu desa, baik yang masih menggunakan