Page 171 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 171
158 Aristiono Nugroho, dkk.
cenderung hanya dilakukan di level tertentu, dan kurang
mengakomodir input dari grass root. Sementara itu, perubahan
reformatif adalah perubahan yang gradual dan parsial, yang tidak
terlalu cepat, namun juga tidak terlalu lambat, sebagai bentuk
kompromi antara perubahan evolutif dengan perubahan revo-
lutif.
Untuk mendukung keberhasilan perubahan revolutif melalui
penerapan landreform lokal di Desa Karanganyar, maka R. Sosro
Wardjojo (Kepala Desa Karanganyar, tahun 1945 – 1977) meman-
faatkan kelompok-kelompok sosial yang ada di Desa Karang-
anyar. Saat itu ada dua kelompok sosial yang terstruktur, yang
“saling berhadapan”, yaitu kulian dan buruh kulian. Pada awalnya
R. Sosro Wardjojo memanfaatkan sifat manusia sebagai makh-
luk individu, yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan
dengan manusia lain, yang dalam masyarakat Desa Karanganyar
dikenal dengan konsep “guyub”. Sebagai akibat dari hubungan
yang terjadi antar manusia inilah, maka lahir kelompok-
kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh kepentingan
bersama dalam satu kelompok. Oleh karena itu, keberadaan
kelompok sosial (seperti: kulian dan buruh kulian) justru menye-
mangati R. Sosro Wardjojo, dalam menerapkan landreform lokal
yang akhirnya bermanfaat bagi kulian dan buruh kulian.
Dalam kaitannya dengan landreform lokal, ada tiga kelom-
pok sosial yang melakukan ‘interkoneksi’ di Desa Karanganyar,
yaitu kelompok kulian, kelompok buruh kulian, dan pemerintah
desa. ‘Interkoneksi’ terjadi dengan memanfaatkan pranata sosial
yang ada di Desa Karanganyar, yaitu segenap norma sosial yang
mampu dan dapat mengatur serta mengendalikan perilaku
masyarakat. Dengan kata lain para pihak yang terlibat dalam
landreform lokal telah memanfaatkan pranata sosial, sebagai