Page 166 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 166

Resonansi Landreform Lokal ...  153

              di kemudian hari.
                  Ketiga, tahap emansipatoris, di mana landreform lokal yang
              diterapkan di Desa Karanganyar telah diakui sebagai adat (tradisi)
              masyarakat Desa Karanganyar. Pengakuan ini menjadi dasar
              bagi pemahaman, bahwa sesungguhnya landrefrom lokal meru-
              pakan inisiatif masyarakat, yaitu ketika ketika masyarakat
              berinisiatif melakukan resonansi landreform lokal ala Desa
              Ngandagan di Desa Karanganyar. Pada tahap ini masyarakat
              sudah menyadari pentingnya landreform lokal, sehingga bersedia
              berpartisipasi dalam kegiatan yang terkait dengan landreform
              lokal. Kesadaran muncul karena mengetahui peran landreform
              lokal sebagai ikhtiar dan strategi dalam membangun harmoni
              sosial di Desa Karanganyar. Oleh karena itu, masyarakat mendu-
              kung sepenuhnya ikhtiar dalam mewujudkan penguasaan tanah
              yang adil.
                  Penguasaan tanah yang adil, sebagai hasil dari landreform
              lokal yang diterapkan di Desa Karanganyar membawa dampak
              bagi masyarakat berupa pelaksanaan empat prinsip pengelolaan
              pertanahan di Desa Karanganyar versi masyarakat Desa Karang-
              anyar, yaitu adil, makmur, damai, dan sejahtera. Fakta ini seka-
              ligus memperlihatkan kemandirian masyarakat Desa Karang-
              anyar dalam menata pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku
              mereka di bidang pertanahan. Kepala Desa Karanganyar pada
              tahun 1947 berhubungan langsung dengan kulian, untuk memin-
              ta mereka menyerahkan hak garap atas tanah sawah seluas 90
              ubin untuk setiap 250 ubin tanah sawah yang mereka miliki.
              Selanjutnya Kepala Desa Karanganyar pada masa itu meredis-
              tribusikan hak garap tersebut kepada para buruh kulian. Kondisi
              ini terus menerus dipertahankan sejak tahun 1947 hingga seka-
              rang oleh seluruh kepala desa yang bertugas pada masa-masa
   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171