Page 44 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 44
Resonansi Landreform Lokal ... 31
dimuat dalam UUPA dan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun
1960, tetapi dalam konteks lokal (Desa Ngandagan) ia berhasil
memberi hak garap atas tanah sawah kepada 128 keluarga petani.
Ketentuan batas maksmimum pemilikan tanah pertanian
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun
1960 yang berlaku di seluruh Indonesia, juga berlaku di Desa
Ngandagan. Tetapi belum pernah ada anggota masyarakat yang
terkena ketentuan tersebut. Kondisi yang mirip ini juga berlang-
sung pada tahun 1947, di mana pemilikan tanah oleh “tuan tanah”
pada masa itu juga tidak terlalu luas. Oleh karena itu, mudah
difahami kebijakan yang diambil oleh Soemotirto untuk memak-
sa pemilik tanah seluas 300 ubin atau lebih (0,42 Ha atau lebih)
menyerahkan hak garapnya seluas 90 ubin (0,126 Ha) kepada
dua orang buruh kulian. Bandingkan dengan batas maksimum
pemilikan tanah pertanian menurut Undang-Undang Nomor 56
Prp Tahun 1960 bagi daerah sangat padat seluas 5 Ha dan tidak
padat seluas 20 Ha.
Pada tahun 1947 kebijakan ini semata-mata untuk men-
jamin pemenuhan kebutuhan keluarga petani di Desa Ngan-
dagan, yang dalam perspektif livelihood sekaligus menjamin
keberlangsungan penerapan livelihood on – farm. Tetapi di masa
kini, dengan tanah sawah seluas 45 ubin, penggarap harus
memadukannya dengan penerapan livelihood off–farm dan non
–farm. Setidak–tidaknya dengan adanya tanah sawah seluas 45
ubin, ada basis pemenuhan kebutuhan keluarga oleh penggarap.
Setelah itu barulah penggarap berikhtiar melakukan pemenuhan
kebutuhan keluarga dengan menerapkan livelihood off–farm, non–
farm, atau memadukan kedua livelihood tersebut.
Sementara itu, hal yang mirip juga terjadi di Desa Karang-
anyar, di mana sejak tahun 1947 Kepala Desa Karanganyar telah