Page 236 - Konstitusionalisme Agraria
P. 236
perkembangannya dijadikan sebagai tempat mengadu apabila
orang mengalami persoalan hukum yang menyangkut hak-hak
dasarnya. Ketika institusi formal seperti pemerintah, DPR, DPD
maupun Mahkamah Agung tidak mampu berbuat untuk memenuhi
dan melindungi hak asasi warga negara, Mahkamah Konstitusi
dijadikan sebagai saluran dengan menempuh jalur kewenangan
yang dimilikinya.
Mekanisme berperkara di Mahkamah Konstitusi jauh berbeda
dengan beracara pada peradilan lainnya. Akses para pihak untuk
mengadukan persoalan konstitusional yang dialaminya terbuka
luas. Penyampaian permohonan dapat dilakukan secara online,
tidak dipungut biaya, bahkan persidangannya pun bisa diadakan
secara online melalui teleconference tanpa harus hadir secara fisik
di gedung Mahkamah Konstitusi. Untuk menjadi kuasa hukum
dalam berpekara di Mahkamah Konstitusi pun tidak harus terlebih
dahulu menjadi pengacara yang telah teregistrasi dan memiliki kartu
pengacara, melainkan dapat dilakukan oleh siapa saja. Mahkamah
Konstitusi tampil sebagai lembaga peradilan modern yang
menggunakan teknologi secara maksimal untuk mempermudah
akses pada pencari keadilan. Suatu model layanan yang belum dapat
ditemukan di peradilan lain di Indonesia.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru,
anak kandung reformasi, yang dibentuk dengan semangat untuk
memperbaiki tata kehidupan bernegara paska Orde Baru. Sebagai
insititusi baru, maka lembaga ini tidak mengidap persoalan yang dialami
oleh lembaga-lembaga negara sebelumnya, seperti korupsi. Selama ini
Mahkamah Konstitusi terkesan bersih dari korupsi. Bahkan putusan
Mahkamah Konstitusi dalam perakara yang menyangkut UU Tindak
Pidana Korupsi memiliki trend yang positif bagi keberlanjutan upaya
pemberantasan korupsi. Pernah ada satu dugaan korupsi di Mahkamah
Konstitusi yang melibatkan hakim konstitusi. Namun mekanisme
internal bergerak cepat dan memberikan sanksi etik kepada hakim
yang terindikasi korupsi. Hal itu kemudian membuat hakim konstitusi
Arsyad Sanusi mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi pada 11
Februari 2011, padahal masa tugasnya akan berakhir pada 14 April 2011.
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 205