Page 353 - Konstitusionalisme Agraria
P. 353

Tahun 2009, pemerintah dan DPR menghidupkan kembali ketentuan
            sistem pemisahan/pemecahan usaha ketenagalistrikan (unbundling
            system) yang sebelumnya menjadi alasan utama Mahkamah
            Konstitusi membatalkan UU No. 20 Tahun 2002. Namun bertolak
            belakang dengan putusan tahun 2003, Mahkamah Konstitusi
            menolak permohonan pengujian UU No. 30 Tahun 2009 ketika UU
            Ketenagalistrikan yang baru itu diuji ke Mahkamah Konstitusi.
                 Dalam konteks persoalan minyak dan gas bumi, Mahkamah
            Konstitusi pernah membuat putusan dalam perkara No. 002/
            PUU-I/2003 bahwa menaikan harga Bahan Bakar Migas (BBM) tidak
            boleh hanya mengacu kepada kenaikan harga pasar yang di dalam
            undang-undang tersebut diistilahkan sebagai harga “persaingan
            usaha yang sehat dan wajar.” Dalam menaikan harga BBM pada
            tahun 2005, Presiden mengeluarkan Perpres No. 55 Tahun 2005
            tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri. Di
            dalam Perpres yang konsideransnya mengacu kepada UU No. 22
            Tahun 2001 tentang Migas itu mengubah istilah harga “persaingan
            usaha yang sehat dan wajar” dengan istilah “harga keekonomian.’
            Disebutkan di dalam Perpres itu bahwa “Harga jual eceran Bahan
            Bakar Minyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, selanjutnya
            disesuaikan dengan harga keekonomian yang dapat berupa kenaikan
            atau penurunan harga.” Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga
            Keekonomian adalah harga yang dihitung setiap bulan berdasarkan
            MOPS rata-rata pada periode satu bulan sebelumnya ditambah 15 %
            (lima belas per seratus). Adapun pengertian dari MOPS dalam Pasal
            1 angka (4) adalah Mid Oil Platt’s Singapore (MOPS) adalah harga
            transaksi jual beli pada bursa minyak di Singapura.
                 Pada intinya, yang dimaksud dengan “harga persaingan
            usaha yang sehat dan wajar” dan “harga keekonomian” sama-sama
            merupakan tolak ukur untuk menaikan harga BBM berdasarkan
            harga pasar internasional (Ali, 2007:120). Jadi, cara pemerintah
            dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara
            ini adalah dengan melahirkan terminologi baru yang memberikan
            kesan berbeda, meskipun pada intinya sama dengan apa yang telah
            dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.


               322     Konstitusionalisme Agraria
   348   349   350   351   352   353   354   355   356   357   358