Page 66 - Konstitusionalisme Agraria
P. 66
dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh
karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah
istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-
daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.”
Dalam penjelasan demikian, maka persoalan hak asal-usul dari
volksgemeenschappen yang kemudian disebut sebagai masyarakat
hukum adat tidak bisa dilepaskan dari persoalan ketata pemerintahan.
Keistimewaan kerajaan lama dan susunan persekutuan masyarakat
hukum adat beserta hak asal usulnya dihormati dalam rangka
menopang pemerintahan pusat. Kerajaan lokal dan persekutuan
masyarakat asli diharapkan menjadi pemerintahan bawahan yang
menyatu dengan pemerintahan atasan.
Memang fokus utama pembahasan pada pembentukan UUD
1945 adalah menjadikannya sebagai konstitusi politik penanda
keberadaan republik baru. Sebagai konstitusi politik, orientasinya
adalah untuk melakukan konsolidasi kekuatan dari setiap unit
sosial yang ada. Oleh karena itu, perdebatan yang muncul tentang
HAM di dalam konstitusi pada waktu itu antara pihak yang
mendukung pemasukkan HAM di dalam konstitusi dengan pihak
yang menentang tidak diselesaikan secara tuntas. Jalan tengah yang
diambil pada waktu itu adalah dengan menyatakan bahwa UUD 1945
hanya sebagai UUD sementara, Presiden Soekarno menyebutnya
dalam persidangan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menyebut
UUD 1945 sebagai UUD kilat (revolutie grondwet). Lebih lanjut para
pendiri republik menyatakan akan membuat konstitusi yang lebih
baik dari UUD 1945 setelah situasi lebih kondusif.
Meskipun demikian, keberadaan Pasal 18 UUD 1945 yang
didalamnya telah menyinggung perlunya memperhatikan hak asal-
usul dari pesekutuan-persekutuan asli pada kemudian hari telah
menjadi cantelan untuk terus membicarakan pentingnya pengakuan
atas keberadaan hak masyarakat adat atas tanah, khususnya yang
bersifat komunal.
Wacana Konstitusi Agraria 35