Page 154 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 154

“Ketersediaan secara kuantitas dan kualitas berfokus pada tingkat
                  dan kualitas sumber daya alam serta permintaan yang seharusnya
                  dipenuhi. Dalam beberapa kasus, hal ini dapat dikaitkan dengan
                  konlik, namun penyebab utamanya adalah kelangkaan.

                 Kelangkaan terjadi ketika TNI AD mengklaim tanah sebagai
            miliknya. Dengan berbagai cara, TNI AD berusaha melegalkan
            penguasaan tanah di Urutsewu. Di antaranya melalui pembuatan
            RTRW daerah dan usaha sertiikasi tanah pada BPN yang didukung oleh
            pemerintah kabupaten Kebumen dan DPRD Kebumen. Proses
            pembuatan raperda RTRW ini sarat dengan kepentingan dan
            intervensi TNI AD. Indikasinya berupa kehadiran kalangan TNI
            AD pada saat proses legislasi di DPRD.
                 Tindakan elite daerah ini menciptakan kelangkaan tanah secara
            buatan. Elite ingin menguasai dan menggunakan konstitusi
            untuk mendapatkan tanah dari masyarakat lokal yang selama
            ini mengolah tanah tersebut. Seperti yang dikatakan Alao
            (2007), terkadang kelangkaan tanah buatan disebabkan elite
            politik yang ingin menguasai tanah untuk kepentingan pribadi.
            Elite menggunakan konstitusi untuk mendapatkan tanah dari
            masyarakat lokal.
                 Kelangkaan sumber daya alam meningkat ketika lahan
            tersebut akan digunakan sebagai area penambangan pasir besi. Di
            sini, bentuk penguasaan tanah oleh TNI AD terlihat, yang ditunjukkan
            dengan pemberian rekomendasi oleh Kodam IV/Diponegoro kepada
            PT MNC mengenai pemanfaatan tanah untuk usaha penambangan
            pasir. Penggunaan lahan yang sedang dalam sengketa ini sebagai area
            penambangan didukung oleh pemerintah kabupaten setempat. Bahkan,
            pemerintah kabupaten pun mengakui bahwa tanah tersebut merupakan
            tanah TNI AD dan setiap penambang harus mendapatkan izin jika ingin
            melakukan ekstraksi pasir besi. Hal ini sesuai dengan penuturan Kepala





                                            Analisis Konflik Ekologi Politik     129
   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159