Page 35 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 35
suku, jenis kelamin, agama, status sosial, ekonomi, bahasa,
dan keyakinan politik. Kedua, komunal atau konflik yang
mengatasnamakan isu agama dan etnis di balik persoalan
kesejahteraan ekonomi yang tidak merata, termasuk dalam
pengelolaan sumber daya alam. Konflik ini lebih sempit
dibandingkan dengan konlik societal. Ketiga, konlik antarnegara.
Keempat, konlik antarpersonal.
Menurut Alao (2007: 20), konflik sumber daya alam
berada di dalam keempat tingkatan konflik tersebut. Untuk
menjelaskan konlik sumber daya alam lebih lanjut, dia membagi
konlik tersebut ke dalam lima tingkatan, yaitu konlik antara
komunitas/kelompok dan negara, konlik di antara komunitas
yang melampaui batas-batas negara, konlik antara komunitas
dan pemerintah pusat, konlik antara komunitas dan perusahaan
multinasional, serta konlik antarpemerintah.
Bertambahnya jumlah konlik sumber daya alam di dunia
merupakan pengaruh dari globalisasi neoliberal (Escobar 2006: 7).
Berkembangnya neoliberalisme turut memicu terjadinya eksklusi
setelah adanya Program Penyesuaian Struktural (Structural
Adjustment Programme) dan perubahan fungsi tanah di negara-
negara Selatan (Bhalla dan Lapeyre 2004). Perubahan fungsi tanah
merupakan salah satu dimensi kunci dari adanya perampasan
lahan. Tanah, yang awalnya digunakan sebagai lahan pertanian,
harus beralih fungsi untuk area penambangan, perkebunan,
pembangunan jalan, pusat perbelanjaan, pabrik, dan lain-lain,
sehingga tanah menjadi komoditas strategis untuk mendukung
akumulasi kapital.
Menurut Alao (2007), ada tiga cara untuk menghubungkan
sumber daya alam dengan konlik, yaitu sebagai penyebab konlik,
sebagai faktor yang memperpanjang konlik, dan sebagai sarana
untuk mengatasi konlik. Sebagai penyebab konlik, ada tiga
10 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik