Page 194 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 194

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     167


               2.  Ciri khas sebagai tanda pengenal ‘beschikkingsrecht’:
                       Untuk mencegah kesalahan tafsir dan kerancuan
                    konsepsi hukumnya dengan istilah bahasa  hukum Belanda
                    ‘bechikken’, Van Vollehoven  memberikan  enam ciri khas
                                             5
                    sebagai tanda  pengenal  (zes  verschijnselen)  atas  Hukum
                    Pertanahan dan Keagrariaan Adat Indonesia yang disebutnya
                    ‘beschikkingsrecht’. Keenam sifat khusus atau ciri khas sebagai
                    tanda-tanda pengenal Hukum Pertanahan dan Keagrariaan
                    Adat Indonesia (beschikkingsrecht) itu, adalah:
                    (1).  Masyarakat hukum  dengan pimpinan  dan warganya
                         (de  rechtsgemeenschap  zelf  en  haar  leden)  dapat  dengan
                         bebas menggunakan dan mengusahakan semua tanah
                         hutan belukar (woestgeblevend grond) yang belum dikuasai
                         seseorang dalam  lingkungan masyarakat  hukum
                         (beschikkingskring) untuk  membukanya (ontginnen),
                         mendirikan   perkampungan   atau  desa  (een  gehucht
                         stichten), berburu (jagen), mengumpulkan  hasil hutan
                         (producten zamelen), menggembala dan merumput
                         (weiden);
                    (2).   Orang asing (vreemden) hanya dapat melakukan hal-hal
                         seperti pada angka 1 ini,  setelah  mendapatkan  izin
                         dari  masyarakat  hukum,  karena  setiap pelanggarannya
                         dinyatakan   sebagai   suatu  pelanggaran   (delict)   adat
                         yang disebut ‘maling utan’;
                    (3).   Setiap  orang asing, tetapi  kadang-kadang terhadap
                         warga masyarakat hukum pun, diharuskan membayar
                         uang pemasukan (recognitie), untuk dapat memungut dan
                         menikmati  hasil tanah dalam lingkungan masyarakat
                         hukum adat;
                    (4).  Masyarakat   hukum    adat  (de  rechtsgemeenschap)
               menjadi  diartikan ‘hukum’  dan bukan ‘hak’,  dijelaskan oleh Prof.  van
               den Steenhoven kepada penulis dalam diskusi di Katholieke Universiteit
               Nijmegen, tahun 1974. Makna mana juga dibenarkan oleh Dr. Wagelin
               dari Wageningen, dalam diskusi dengan penulis di Banda Aceh, tahun
               2008.
                   5    C. Van Vollenhoven, De Indonesier en zijn grond, ibid., hlm. 9.
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199