Page 195 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 195
168 Herman Soesangobeng
bertanggungjawab atas setiap pelanggaran hukum
(aansprakelijk voor enkele bepaalde delicten) yang terjadi
dalam wilayah masyarakat hukum (beschikkingskring),
pelakunya tidak dapat dimintakan pertanggung-
jawabannya karena tidak diketahui (niet op een dader te
verhalen);
(5). Masyarakat hukum adat tetap berhak menguasai dan
mengawasi tanah-tanah pertanian (bouwvelden) dalam
lingkungan masyarakat hukumnya;
(6). Tanah masyarakat hukum adat tidak boleh dijual-
lepaskan kepada pihak lain untuk selama-lamanya.
Sifat ke enam ini ditekankan oleh Van Vollenhoven
sebagai sifat yang terpenting, dengan mengatakan “–
dit is ons punt hier-“ (= inilah intinya).
3. Unsur utama Hukum Pertanahan dan Keagrariaan Adat:
Dengan enam sifat khas hukum pertanahan dan
keagrariaan adat yang dirumuskan Van Vollehnoven ini,
membuktikan bahwa filosofi dan teori hukum pertanahan
dan keagrariaan adat menempatkan dua unsur dasar
utama yang menentukan interaksi antara masnusia
dan tanah yaitu masyarakat hukum (rechtsgemeenschappen)
dan warga masyarakat hukum (gemeenschapsgenoten). Kedua
unsur dasar ini saling berinteraksi dan saling pengaruh
mempengaruhi bagaikan dua mahluk hidup yang memiliki
hak keperdataan (civiel recht) . Maka baik masyarakat
6
hukum maupun warga masyarakatnya, dihargai sama dengan
‘orang’ dalam arti ‘corpus’ pada hukum Romawi, sehingga
masyarakat hukum memiliki dua fungsi hukum yaitu ‘corpus
corporatum’ yaitu Negara dalam arti statis dan ‘corpus
comitatus’ yaitu Negara dalam arti bergerak atau dinamis;
sedangkan warga masyarakat hukum, adalah ‘corpus’
yaitu manusia penanggung hak dan kewajiban sebagai
6 Cf. R. Supomo, Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum
Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1970, hlmn. 10-11.