Page 198 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 198
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 171
Kesakralan dan keabadian hubungan itu, diwujudkan
manusia dalam bentuk pertalian hukum antara tanah sebagai
benda dengan manusia yang hidup dalam satu persekutuan
hidup yang disebut Van Vollenhoven ‘rechtsgemeenschappen’
(masyarakat hukum adat). Sedangkan warga masyarakat
hukum, ditempatkannya menjadi ‘orang’ sebagai pribadi
hukum, yang sama dengan konsep hukum Romawi ‘corpus’,
maka diberikannya hak keutamaan atau prerogatif menjadi
pemilik tanah, namun tetap terikat secara abadi pada hak
kekuasaan masyarakat sebagai satu persekutuan hukum
abadi. Hubungan pertalian hukum itulah yang dibakukan
Van Vollenhoven dalam bentuk rangkaian enam sifat
atau karakter khas sebagai tanda-tanda pengenal hukum
pertanahan serta keagrariaan adat Indonesia menjadi satu
ajaran dan teori hukum yang disebutnya ‘beschikkingsrecht’.
Jadi keenam sifat khas yang dibakukan Van Vollenhoven
itu, adalah sama dengan postulasi dasar teori hukum
pertanahan dan keagrariaan adat Indonesia yang disebutnya
‘beschikkingsrecht’. Karena itu, ‘beschikkingsrecht’ harus
dipahami sebagai satu teori hukum, bukan sebagai sejenis hak
yang disepadankan dengan ‘hak ulayat’, yang dikenal dalam
hukum adat Minangkabau.
5. Kesalahpahaman arti istilah ‘beschikkingsrecht’:
Akan tetapi pemahaman atas istilah ‘beschikkingsrecht’
itu dirancukan karena dua alasan penyebab. Pertama karena
kesalahpahaman atas istilah ‘beschikkingsrecht’ dengan istilah
‘beschikken’ dalam BW; dan kedua, karena perdebatan antara
Nols Trenite dengan pembela Hukum Adat yaitu Van
Vollenhoven dan Ter Haar. Nols Trenite ingin menerapkan
ajaran dan asas teori ‘domeinverklaring’ di luar Jawa-Madura,
sementara Van Vollenhoven dan Ter Haar mengingatkan
untuk berhati-hati. Jawaban Ter Haar atas alasan pertama,
9
adalah bahwa kesalahpahaman itu tidak perlu terjadi karena
9 B. Ter Haar, Beginselen en stelsel van het adatrecht, ibid., hlmn. 54..