Page 203 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 203

176     Herman Soesangobeng

                    van grond.).  Maka dapat dikatakan  bahwa ‘beschikkingsrecht’
                    adalah ‘hukum pertanahan tertinggi di seluruh Nusantara’  atau
                    singkatnya ‘hukum pertanahan dan keagrariaan adat Indonesia’
                 3.          :   Simbol   hubungan   saling   pengaruh   tanpa   akhir
                    antara kekuasaan masyarakat (beschikkingsrecht) dengan hak
                    perorangan (individuele recht), yang oleh Ter Haar dijelaskan
                    dalam teori hubungan  ‘mengembang  menguncup tanpa ahir’:
                    “het beschikkingsrecht  … staat met de individuele  rechten in een nooit
                    einigende wisselwerking van inkrimpen en uitzetten”
                 4.  Singkatan:  Kksaan = Kekuasaan; Mas. = Masyarakat;
                    Hk.=Hukum
            7.  Filosofi dasar pengembangan  teori  hukum  pertanahan
                 dan keagrariaan  ini,  oleh Ter  Haar  dikatakan  bersumber
                                                  16
                 pada  alam  pikiran  ‘participerend  denken’   yang senantiasa
                                                       17
                 bermakna  ‘magisch religeus’  seperti  yang diungkapkan
                 Van Vollenhoven 118.  Alam pikiran  itu merupakan suatu
                                18
                 ideologi bagi  masyarakat  hukum  adat  Indonesia,  sehingga
                 diterima   sebagai   suatu  filosofi  hidup  masyarakat  dalam
                 menerjemahkan  pola-pola hubungan maupun  sikap  tindak
                 serta perbuatan hukum anggota masyarakat, dalam kehidupan
                 serta    hubungan   mereka    dengan   tanah  termasuk    alam
                 semesta  sebagai tempat berlangsungnya kehidupan manusia
                 dan masyarakatnya.
                                                                      19
                    Alam  pikiran  ini  oleh  antropolog  Lucien  Levy-Bruh
                 disebut sebagai alam pikiran primitif, yang tunduk pada dua

                16   B. Ter Haar, opcit., hlmn. 54.
                17   Alam pikiran  ‘participerend denken’ ini diterjemahkan  oleh
            Soebakti Pusponoto menjadi  ‘alam pikiran  serba berpasangan’. Penulis
            menerjemahkannya menjadi ‘alam pikiran berpartisipasi’.  Dikatakan
            berpartisipasi,  karena  alam  pikiran  ‘participerend  denken’  itu  oleh  Ter
            Haar disifatkan  sebagai  suatu  cara  berpikir  yang  tidak  mengenal  jarak
            (non  distansiil)  antara subjek dan objeknya, melainkan saling pengaruh
            mempengaruhi satu dengan lainnya tanpa akhir. Karena itu hungan
            subjek dan objek itu saling berpartisipasi sebagai satu kesatuan hidup,
            maka penulis lebih cocok mengartikan konsep alam pikiran ‘participerend
            denken’ itu dengan istilah ‘berpartisipasi’.
                18   Van Vollenhoven, Miskeningen van het adatrecht, ibid.
                19   Lucien  Levy-Bruhl,  La  Mentalite’  Primitive,  Diterjemahkan
            oleh L.A.  Clare  berjudul  Primitive  Menatality,  London dan  New York:
            ATHENEUM, 1923.
   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208