Page 205 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 205

178     Herman Soesangobeng

                 dalam struktur kenegaraan   itu.   Model   pemaduan   untuk
                 mencapai   keserasian   dan keselarasan  hidup  inilah  yang
                 oleh  Ter Haar  dikatakan  menjadi  filosofi  dasar dalam
                               22
                 penyelesaian sengketa adat dalam hal ini sifatnya bukan
                 memberikan keputusan hukum atas sengketanya, melainkan
                 mencari perdamaian bagi keutuhan hidup bersama dalam
                 kesatuan masyarakat hukum.
                    Kesatuan  persekutuan  hidup  yang luas dan  besar itu,
                 dengan masuknya pengaruh kebudayaan India, lalu   disebut
                 ‘kerajaan’ dalam hal ini pimpinan tertingginya disebut ‘raja’ .
                                                                      23
                 Dengan  demikian,  alam  pikiran  agama  Hindu-  Budha  pun
                 berkembang menjadi  suatu  ideologi yang diterima  menjadi
                 filosofi persekutuan hidup masyarakatnya. Jadi alam pikiran
                 kosmologi ‘macro-micro cosmos’  yang bersumber  pada  ajaran
                 agama Hindu-Budha pun diterima  menjadi  ajaran tentang
                 hubungan dan pertalian hidup antara manusia dengan
                 tanah dan alam semesta, sebagai satu bentuk penyatuan
                 paham dan tafsir yang selaras serta serasi tentang hubungan
                 pertalian hidup manusia dengan tanah dan alam semestanya.
                 Pandangan dan ajaran kosmologi itu, sekalipun dipengaruhi
                 kuat oleh ajaran agama Hindu-Budha, namun setelah
                 diterjemahkan kembali menjadi ajaran dan filosofi adat, lalu
                 sifat ke-Hindu- Budhaan-nya  pun  terlebur  menjadi  ajaran
                 kosmologi  filosofi  adat. Demikianlah   maka   pandangan
                 serta  filosofi   adat   tentang   tanah   pun, hakekatnya sama
                 dengan pandangan hukum Romawi dalam adagium ‘cujus est
                 solum, ejus est usque ad caelum et ad inferos’.
            9.  Model  filosofi  dan ajaran adat itu pun, kemudian  pada
                 masa kerajaan Majapahit, dalam hal ini untuk mendamaikan

                22   B.  Ter  Haar,  Bzn.,  teori  ‘beslissings  leer’  dalam  tulisannya
            Peradilan  Pengadilan  Negeri Menurut Hukum Tidak Tertulis, Seri terjemahan
            KITLV-LIPI, Bhratara, Jakarta: 1972.
                23   F.K. Lehman, Some Anthropological Paramiters of a Civilization: The
            Ecology and Evolution of India’s High Culture. Ph.D dissertation, Columbia
            University, 1959 ; G. Coedes, The Indianized States of Southeast Asia,
            Honolulu: East-West Center Press, 1968.
   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209   210