Page 210 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 210
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 183
hak perorangan (persoonlijk recht) atas tanah sebagai benda
bergerak atau benda tidak tetap (onroerend goederen). Maka
bentuk perbuatan hukumnya disebut ‘perjanjian yang ada
hubungannya dengan tanah’ (transakties warbij grond betrokken
is).
Asas dan ajaran ‘persewaan tanah’ ini, menyebabkan
dibakukannya asas dan ajaran ‘pemisahan horisontal’
(horizontaal scheiding) dalam sistim Hukum Pertanahan Adat.
Jadi pembakuan asas dan ajaran ‘pemisahan horisontal’
dalam sistim Hukum Pertanahan Adat, adalah untuk
mengakomodasi pemisahan dan pembedaan antara hak atas
tanah dengan hak atas hubungan keagrariaan atau hak
agraria. Karena hak atas tanah bersifat mengalihkan hak milik
serta penyerahan tanah sebagai benda tetap, sementara hak
agraria, bersifat mengalihkan hak atas hubungan keagrariaan
untuk mngambil dan menikmati hasil tanah, tanah
diserahkan sebagai benda tidak tetap atau benda bergerak.
Akibat hukum dari asas dan ajaran ‘pemisahan horisontal’
ini adalah perbuatan hukum atau ‘transaktie’- nya tidak harus
disertai syarat ‘tunai dan terang’. Sebab tidak ada peralihan
hak milik atas tanah, sekalipun terjadi penyerahan tanah
untuk dikuasai dan dikelola oleh ‘pembeli’ guna dinikmati
hasilnya. Maka hakekat perbuatan hukumnya adalah sama
dengan perbuatan ‘sewa tanah’, sehingga ‘pembeli’ yang
menjadi pemegang hak agraria hanya berkedudukan hukum
sebagai ‘penyewa tanah’.
13. Kegunaan dari teori, asas dan ajaran ‘pemisahan horisontal’
ini dalam Hukum Pertanahan Adat, adalah untuk mengatasi
kerancuan tafsir serta bentuk perbuatan hukum bagi
penguasaan dan pendudukan tanah oleh pemilik yang
mempunyai hak milik dengan penguasaan dan pendudukan
oleh penyewa dengan hak agraria. Persewaan itu diperlukan,
karena kehidupan manusia dalam masyarakat dan pebuatan-
perbuatan hukum dalam hubungan pemilikan tanahnya,
sering terjadi dalam hal ini pemilik sebenarnya tidak bisa