Page 212 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 212
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 185
hukum dalam hukum pertanahan, sesuai dengan konsepsi
Hukum Adat dan menggunakan istilah bahasa hukum adat
Jawa yaitu ‘jual’ (adol- biasa, sade- halus). Perbuatan jual beli
tanah itu, kemudian dibedakan ke dalam dua jenis perbuatan
hukum sesuai dengan maksud dan tujuan peralihan hak serta
penyerahan tanahnya. Perbuatan ‘jual tanah’, dibedakan
antara pertama, jual tanah dengan maksud dan tujuan
mengalihkan hak milik dan menyerahkan tanah menjadi
milik pembeli; dan kedua, ‘jual tanah’ dengan maksud
sekadar untuk mendapatkan hasil tanah untuk dinikmati,
atau untuk mendapatkan uang, diseertai hak untuk membeli
kembali tanahnya yang disebut ‘nebus’ dan uang pembelian
kembalinya disebut ‘uang tebusan’.
Perbuatan jual tanah bagi kategori pertama, disebut dalam
istilah adat Jawa ‘jual lepas’ (adol plas). Artinya, maksud dan
tujuan pemilik tanah adalah memutuskan hubungan hukum
keperdataan hak kepemilikannya atas tanah untuk selama-
lamanya. Maka peralihan hak milik dan penyerahan tanahnya
pun harus dilakukan secara ‘tunai’ (kontant), sehingga ‘jual
lepas’ itu dikategorikan Ter Haar, menjadi perbuatan hukum
tunai (kontant handeling). Tetapi arti ‘tunai’ (kontant) itu
bukanlah mengenai sifat maupun bentuk pembayaran harga
jual beli tanahnya, sebab bentuk dan cara pembayaran harga
jual beli tanah itu didasarkan pada kesepakatan khusus
secara tersendiri antara penjual dan pembeli.
15. Arti ‘tunai’ dalam perbuatan hukum ‘jual lepas’ (adol plas)
tanah milik, adalah pelunasan serentak atas kekuatan ‘magis’
penjual oleh pembeli. Hal ini dijelaskan Ter Haar sebagai
suatu bentuk pembayaran tunai dalam ‘perjanjian timbal-
balik segi dua’ berupa pertukaran kesetaraan nilai magis.
Kesetaraan nilai magis itu dilukiskannya sebagai suatu
‘pelepasan serentak’ (gelijktijdigen overgang) antara penjual
28
dan pembeli, yang dapat disimpulkan dari pernyataan Ter
28 B. Ter Haar Bzn, Beginselen en stelsel van het adatarecht, ibid.
hlmn.85-86.