Page 211 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 211

184     Herman Soesangobeng

                 menguasai    dan  menduduki    langsung secara  nyata tanah
                 yang dimilikinya. Di samping itu, ada pula orang yang tidak
                 mempunyai tanah atau memiliki tanah   yang  tidak   cukup
                 luas  untuk   usaha  pertanian   ataupun   tempat tinggalnya,
                 namun ingin mengolah dan mengusahakan tanah agar bisa
                 dinikmati   hasilnya,  bahkan  untuk  membangun  rumah
                 di  atas  tanah  milik orang  lain.  Maka  untuk   memenuhi
                 kebutuhan  itulah,  lembaga  hukum  persewaan  tanah
                 diberlakukan dalam sistim hukum pertanahan adat.
                    Untuk mengatur ketertiban pelaksanaan maksud dan
                 tujuan penguasaan tanah, maka sistim hukum pertanahan
                 adat membedakan antara perbuatan hukum atas tanah yang
                 dimiliki dengan ‘hak milik’, dan tanah yang dipunyai dengan
                 ‘hak agraria’. Perbuatan hukum atas tanah dengan hak milik,
                 adalah perbuatan   hukum   atas   benda   tetap  maka   disebut
                 ‘perjanjian   tanah’; sedangkan perbuatan hukum atas tanah
                 sebagai benda bergerak, yang melahirkan hak agraria, disebut
                 ‘perjanjian yang ada hubungannya dengan tanah’. Dengan
                 demikian, seseorang yang tidak memiliki tanah cukup luas,
                 namun ingin memperoleh hasil  tanaman buah-buahan
                 seperti mangga, duku dan sebagainya atau menanam pohon
                 kayu seperti kelapa, jati, mahoni, karet dsb.,  bisa  menyewa
                 tanah  milik  orang  lain  untuk  menanam  pohon  buah-
                 buahan  tersebut  dalam hal ini,  tanah  tetap  menjadi  milik
                 pemilik  tanah,  namun pohon serta buahnya menjadi milik
                 penanam sebagai penyewa. Hal serupa, bisa juga dilakukan
                 terhadap bangunan rumah ataupun tempat  bermukim,
                 dalam hal ini  tanah  tetap  dimiliki  pemilik  tanah  namun
                 bangunan  rumah  dan tanaman yang ditanam, tetap menjadi
                 milik  ‘penyewa’ yang memakai  tanah. Demikianlah  wujud
                 pelaksanaan asas  ‘pemisahan horisontal’ dalam Hukum
                 Pertanahan Adat Indonesia.
            14.  Ter  Haar  mengklasifikasikan semua bentuk perbuatan
                          27

                27   B. Ter Haar, Beginselen en stelsel van het adatrecht, Ibid., hlmn. 55.
   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215   216