Page 213 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 213

186     Herman Soesangobeng

                 Haar: “…gelijktijdigen overgang van een aequivalent   van   eenheid
                 naar   eenhied   in   omgekeerde   rinchting…”.= pelepasan  serentak
                 suatu  kesetaraan  nilai  magis  secara  bertimbalbalik. Karena
                 itu,  pelepasan serentak  nilai  magis itu,  menurut  Ter  Haar
                 adalah inti dari  perbuatan  ‘jual  lepas’  sehingga  disebutnya
                 sebagai  suatu  perbuatan  tunai,   seperti  tampak   dalam
                 pernyataannya: “De  kern daarvan  is de  overdracht tegen een
                 kontant betaalde som;…= hakekat dari semua itu- maksudnya
                 pelepasan serentak nilai magis-, adalah penyerahan tunai;…”.
                    Pelepasan serentak  nilai  magis itu,  merupakan  syarat
                 penting dalam perbuatan ‘jual lepas’ tanah yang dimiliki
                 orang sebagai subjek hukum (corpus). Karena perbuatan ‘jual
                 lepas’ bersifat mengalihkan hak milik dan penyerahan   tanah
                 sebagai benda tetap, yang secara filosofis berarti peralihan
                 hak  keperdataan atas tanah sebagai benda tetap, yang  juga
                 sekaligus bermakna pelepasan dan penerimaan  kekuatan
                 magis dari kedua belah  pihak. Jadi pembayaran tunai itu
                 adalah terhadap  nilai  magisnya, bukan  terhadap  harga jual
                 beli tanah. Karena  kesepakatan tentang pembayaran harga
                 jual beli, dilakukan tersendiri, baik secara tunai atau angsuran
                 dan bisa berupa uang, hasil panen (in natura) ataupun  tenaga
                 kerja. Konsep hukum ‘jual lepas’ ini perlu diberikan tafsir
                 baru  sesuai dengan  perubahan  filosofi  dasar  bangsa dan
                 Negara  Indonesia  yang  dirumuskan dalam UUD 1945 yaitu
                 Pancasila dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
                 (NKRI).
            16.  Tidak  semua perbuatan  hukum,  dalam  sistim hukum  adat,
                 harus disahkan oleh pejabat khusus yang berwenang dalam
                 bidang hak keperdataan dan masyarakat/publik. Pejabat
                 khusus dalam hukum adat, juga merupakan pejabat yang
                 berfungsi menjadi penghubung dua dunia kosmologi  yaitu
                 manusia dengan alam supernatural serta berperan mewakili
                 manusia maupun masyarakat hukum dalam menjaga
                 keseimbangan serta keserasian hubungan manusia-masyarakat
   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218