Page 209 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 209
182 Herman Soesangobeng
merupakan hak atas hubungan keagrariaan yaitu hak
agraria yang disebut ‘hak sewa’ (huurenrecht).
Kedua jenis hak yang lahir dari perikatan hukum
ini pun, memiliki beberapa jenis varian yaitu untuk ‘hak
milik’ dikenal hak ‘milik umum’ atau ‘milik bersama’, ‘milik
pribadi’, dan ‘hak pakai’. Hak pakai, bisa dipunyai untuk
memakai benda termasuk tanah, selama waktu digunakan
ataupun dengan batasan waktu tertentu. Sedangkan hak atas
hubungan persewaan yaitu ‘hak sewa’, mengenal jenis-jenis
varian seperti ‘jual taunan’, ‘jual gade’, dan ‘bagi hasil’; dalam
hal ini bagi hasil mempunyai varian lanjutan berupa ‘maro’,
‘mertelu’, ‘merapat’, dan sebagainya. Jadi konsep Hukum
Adat ini sangat berbeda dengan sistim hukum Sipil/Perdata
Belanda (BW/KUHPInd.) yang membedakan hak agraria
dalam ‘recht van erfpacht’, ‘recht van opstal’, ‘gebruiksrecht/
recht van gebruik’’, ‘rechts van gebruik en bewoning’, yang
semuanya merupakan hak perorangan. Di samping itu, guna
memenuhi kebutuhan dalam hubungan perdagangan bagi
perolehan modal pinjaman uang dari Bank, maka dua hak
agraria yaitu ‘recht van erfpacht’ dan ‘recht van opstal’, dijadikan
hak kebendaan (zakelijk recht) melalui keputusan Hakim
Pengadilan Negeri/Umum sehingga bisa dijadikan jaminan
agunan Bank.
12. Peraturan hukum untuk tanah sebagai benda bergerak,
termasuk benda-benda lain yang berada di atas tanah,
pengaturannya diatur berdasarkan ‘hukum perhutangan’
(schuldenrecht). Disebut ‘hukum perhutangan’, karena maksud
dan tujuan perolehan tanahnya, bukanlah untuk menyerahkan
tanah sebagai benda tetap dan peralihan hak milik, melainkan
untuk mendapatkan hasil tanah, uang ataupun tenaga kerja
dalam mengusahakan tanah. Maka hubungan hukumnya
disebut ‘hubungan keagrariaan’ (agrarische betrekkingen)
dalam hal ini bentuk dasar perbuatan hukumnya adalah
‘persewaan tanah’ (grondhuurenrecht), yang melahirkan
hak keagrariaan yaitu hak ‘sewa’. Hak sewa, merupakan