Page 197 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 197
170 Herman Soesangobeng
baik karena pelakunya tidak ditemukan ataupun karena
kekebalan hukum dalam adat (vide sifat ke 4). Filosofi dan
asas serta ajaran keabadian hubungan masyarakat hukum
dengan warga masyarakat dan ketunggalannya dengan tanah
itulah, maka Van Vollenhoven merumuskan suatu ajaran
dasar sebagai inti dari hukum pertanahan serta keagrariaan
adat Indonesia, ialah bahwa masyarakat hukum dilarang
menjual lepas tanah untuk selama-lamanya kepada pihak
lain, baik kepada orang maupun masyarakat hukum asing.
Inilah hakekat makna dari rumusan norma ke 6 dari hukum
pertanahan serta keagrariaan adat Indonesia menurut Van
Vollenhoven dan Ter Haar, sebagai pembeda utama dengan
sistim hukum pertanahan maupun keagrariaan Belanda.
4. Beschikkingsrecht adalah teori Hukum Pertanahan dan
Keagrariaan:
Ketika Van Vollenhoven mengkaji sehingga menemukan
Hukum Adat Indonesia, dia menggunakan metode, teori,
ajaran, dan asas-asas hukum perdata maupun tata negara
Belanda yang banyak dipengaruhi oleh ajaran serta asas-
asas hukum Romawi, namun filosofinya berbeda yaitu
dengan menggunakan filosofi yang disebutnya alam
pikiran penduduk Bumiputra yaitu orang Indonesia (de
Indonesier). Karakteristik filosofi penduduk Bumiputra itu,
dikatakannya bersifat ‘magisch-religieus’ yaitu memandang
tanah sebagai benda tetap yang berjiwa dan ber-roh disertai
kekuatan gaib (magisch kracht), maka harus dikuasai manusia
dengan rasa penuh hormat melalui upacara ibadat ritual
keagamaan lokal. Jadi hubungan manusia dengan tanah
adalah bersifat dialogis, saling pengaruh mempengaruhi
antara dua alam kosmologi yaitu manusia yang hidup
dalam masyarakat hukum dalam hal ini kehidupan mereka
diselenggarakan, dengan alam jagad raya diman hidup roh-
roh penguasa alam semesta. Karena itu, hubungan manusia
dengan tanahnya senantiasa bersifat sakral dan abadi.