Page 220 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 220
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 193
Jadi hak ‘milik bersama’ itu, bukan hak atas tanah dalam arti
hak keperdataan atas tanah sebagai harta kekayaan seperti
halnya ‘hak milik’, melainkan suatu ‘hak keagrariaan’ yaitu
kekuasaan dan kewenangan nyata orang sebagai pribadi
hukum (rechtspersoon) untuk memanfaatkan serta mengolah
tanah agar hasilnya dapat dinikmati manusia dalam
masyarakatnya.
23. Maka ketika ‘hak milik bersama’ menurut sistim Hukum
Pertanahan Adat Indonesia’, diterjemahkan ke dalam bahasa
Belanda dengan menggunakan istilah ‘communaal recht’ (hak
komunal), menimbulkan dua kesalahpahaman mendasar dan
kesalahan tafsir.
Pertama, kesalahpahaman karena mempersamakan
‘hak milik bersama’ dengan ‘communaal recht’ yang isi dan
maknanya digunakan untuk menetapkan arti ‘keadilan’
dalam pembagian hasil maupun penguasaan tanah seperti
halnya hak ‘komunal’ (communaal recht) di Belanda dan
Eropah. Kedua, kesalahan tafsir karena mempersamakan
‘hak bersama’ itu sama dengan ‘communaal recht’ yang
diterjemahkan menjadi ‘hak komunal’, sebagai salah satu jenis
hak keperdataan pribadi hukum, sehingga harus didaftar
seperti halnya hak milik pribadi. Padahal, hak bersama
yang dimaknai sebagai ‘hak milik bersama’ dalam konsepsi
Hukum Pertanahan Adat Indonesia itu, diartikan sebagai
kepunyaan semua anggota waga masyarakat hukum, yang
dikuasai dan diatur penggunaan serta pemanfaatannya oleh
persekutuan hukum sebagai organisasi pemegang kekuasaan
tertinggi dalam masyarakat hukum. Karena itu, ‘hak milik
bersama’ dalam konteks hak kekuasaan masyarakat,
diartikan sama dengan ‘hak menguasai’ dari masyarakat
hukum, untuk mengatur penyediaan, pemanfaatan dan
penggunaan tanah bagi kesejahteraan hidup warga masyarakat
dalam masyarakatnya.
24. Kesalahpahaman itu telah diungkap dan dijelaskan oleh Van
Vollenhoven dalam tulisannya tentang hubungan kebersamaan