Page 226 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 226
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 199
sopan santun sosial. Sedangkan perilaku adat yang sudah
diputuskan kepala-kepala masyarakat hukum adat, sehingga
harus diberikan sanksi adat atas pelanggaran ataupun
pengabaiannya, adalah norma hukumnya adat. Dengan
demikian hukum adat (adatrecht), tidak hanya terdiri atas
peraturan-peraturan perilaku sosial yang mengatur sopan
santun pergaulan dalam masyarakat, tetapi juga peraturan
yang bersifat memaksa (dwangmaatregel) untuk mengatur
ketertiban hidup bermasyarakat. Karena itu, perdebatan
akademis tentang pengertian serta perbedaan adat dan
hukum adat sudah tidak lagi relevan. Bahkan kebutuhan
untuk memastikan keberadaan serta kepatuhan pada hukum
adat di daerah-daerah pun tidaklah relevan. Karena hakekat
persoalannya, bukan pada pemastian positivitanya hukum
adat, melainkan pada penggunaannya sebagai sumber inspirasi
bagi perumusan norma baru, yang berarti lebih memahami
serta menyadari asas-asas dasar filosofi hukumnya hukum
adat daripada positivita nilai dalam rumusan norma-norma
adat di setiap daerah di Indonesia.
Selain itu, karena keberadaan adat dan hukum adat itu,
sudah diakui dan ditegaskan dalam sistim hukum nasional
Indonesia, maka kajian untuk menjawab pertanyaan apakah
bedanya adat dengan hukum adat, serta keberadaan dan
positivitanya dalam masyarakat, tidaklah relevan bagi
tujuan pembuatan Hukum Pertanahan Indonesia. Apa
yang diperlukan saat ini adalah pemahaman praktis untuk
membawa lembaga dan norma hukum adat yang sangat
beraneka ragam dari daerah satu dengan daerah lainnya itu,
ke dalam sistim Hukum Nasional Indonesia. Pemahaman itu
diusulkan melalui suatu proses penafsiran kembali dengan
model penerjemahannya secara kontemporer atas filosofi,
asas serta ajaran hukum adat, agar layak dilembagakan
kembali ke dalam sistim Hukum Pertanahan dan Keagrariaan
Nasional Indonesia. Dengan demikian, norma dan lembaga
hukum yang bersumber pada filosofi, asas, dan ajaran hukum