Page 230 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 230
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 203
mereka tidak bisa ikut berpartisipasi dalam mencari
penyelesaian hukumnya. Jadi model lembaga konversi hak
Barat dan Adat seperti diatur dalam pasal-pasal Konversi
UU No. 5/1960, tidak laik pakai bagi Undang-Undang
Pertanahan Indonesia, sebab telah terbukti lebih banyak
menimbulkan kesalahpahaman dan sengketa daripada
keamanan dan ketentraman hukum.
5. Metoda dan teknik:
Metode dan teknik penerjemahan melalui penafsiran
kembali itu, adalah untuk membawa lembaga maupun norma
adat beserta hak-hak tanahnya, dengan metoda studi kasus
(case study) dan teknik pilihan contoh sederhana secara acak
(simple random sampling) atas isu-isu pokok yang dipandang
sangat mempengaruhi penegakkan hukumnya. Isu dan kasus
terpilih itu, kemudian dianalisa pertaliannya dengan norma
dan lembaga adat tradisional, untuk diterjemahkan dan
diberikan tafsiran makna baru yang seharusnya dilembagakan
kembali ke dalam sistim hukum nasional.
Dari penggunaan metoda dan teknik analisa itu,
diperoleh hasil empatbelas isu pokok dari lembaga dan
norma hukum adat tradisional yang perlu diterjemahkan
dengan penafsiran baru secara kontemporer. Isu-isu pokok
yang perlu diterjemahkan kembali dengan tafsiran baru itu
adalah:
a. Penerjemahan kembali dengan penafsiran baru alam
pikiran ‘berpartisipasi’ (het participerend denken),
b. Penerjemahan kembali dengan penafsiran baru norma
proses perolehan dan lahirnya hak menurut hukum
pertanahan adat
c. Hak menguasai masyarakat hukum adat atas tanah
d. Penegasan kedudukan hukum warga masyarakat hukum
adat jadi WNI
e. Perbuatan hukum dalam adat, melahirkan hak kebendaan
dan hak perorangan