Page 235 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 235

208     Herman Soesangobeng

                 tanah orang Bumiputra, tidak dihargai bahkan dihilangkan
                 dalam sistim hukum pertanahan serta keagrariaan Hindia
                 Belanda.
                    Dengan  demikian,   proses  perolehan  tanah  Negara
                 Hindia Belanda  itu, setelah  kemerdekaan  Indonesia  dan
                 terbentuknya  Negara  Kesatuan  RI harus dihapus dan tidak
                 boleh diberlakukan terhadap WNI. Sebab Negara Kesatuan
                 RI bukanlah pemilik tanah melainkan WNI-lah pemilik tanah
                 yang sebenarnya, sehingga Negara RI tidak berkewenangan
                 hukum untuk membersihkan hak-hak adat WNI atas tanah
                 miliknya,  lalu menerima  kembali tanah dari  WNI  yang
                 merupakan pemilik  tanah sebenarnya.  Maka Negara dan
                 Pemerintah  RI,  hanya  berhak  mengatur  perolehan  tanah
                 milik  WNI dengan jalan pemutusan hubungan keperdataan
                 melalui  perbuatan  hukum  jual beli tanah dengan  harga
                 pembelian yang layak berdasarkan kesepakatan bersama.
                    Jadi penerjemahan kembali bentuk perolehan tanah
                 dan lahirnya hak menurut hukum pertanahan adat, adalah
                 dengan memberikan tafsiran baru yaitu melalui ‘pemutusan
                 hubungan keperdataan’ dengan perbuatan hukum ‘jual beli’
                 tanah. Negara RI,  berhak mengatur  cara  perolehan tanah
                 lewat ‘jual beli’, karena Negara dan Pemerintah RI berperan
                 hanya sebagai penyelenggara serta pengawas pelaksanaan
                 perbuatan  hukum  jual beli  tanah dari  WNI.  Perbuatan
                 membeli  tanah oleh Pemerintah dari  WNI  itu  dibenarkan,
                 karena  tujuan pembeliannya bukan untuk  dimiliki  Negara,
                 melainkan untuk diserahkan dan ditetapkan penggunaannya
                 serta  pemilikannya  oleh pihak  pengusaha,   WNI    ataupun
                 untuk   kepentingan  umum.    Pemerintah    RI   pun  berhak
                 memiliki  tanah yang tidak  luas, bagi penyelenggaraan
                 pelayanan publiknya, namun Pemerintah pun harus membeli
                 tanah dari WNI-nya. Hal itu, dibenarkan dalam teori hukum,
                 sebab  Pemerintah  sebagai badan hukum publik (corpus
                 corporatum), berhak memiliki tanah yang  tidak luas  bagi
                 penyelenggaraan   pelayanan   publik.   Akan   tetapi   tanah
   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240