Page 238 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 238
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 211
setempat dan lokalnya kedudukan hukum anggota warga
masyarakat hukum satu yang dalam masyarakat hukum
adat lainnya, menjadi ‘orang luar’ atau ‘orang asing’, dengan
berlakunya UUD 1945, lalu terlebur menjadi berstatus
hukum tunggal yaitu warga Negara Indonesia (WNI) dari
NKRI.
Perubahan status hukum ini sangat penting, karena
merubah secara mendasar status hukum dan politik mereka
yang di masa penjajahan Hindia Belanda disebut golongan
penduduk Bumiputra. Golongan penduduk Bumiputra
itu, tidak diakui hak keperdataan atas tanah miliknya,
karena politik hukum pertanahan dan keagrariaannya
senantiasa dihubungkan dengan politik hukum tentang
kependudukan Negara Hindia Belanda yang tidak mengatur,
bahkan menghilangkan hak keperdataan kepemilikan tanah
penduduk Bumiputra. Maka setelah merdeka dan
berdirinya Negara Kesatuan RI serta berlakunya UUD 1945,
penduduk orang Bumiputra pun otomatis karena hukum (van
rechtswege), berubah status hukum menjadi warga Negara
Indonesia. Perubahan itu, tidak perlu dilakukan dengan suatu
peraturan pelaksanaan sendiri, karena perubahan itu berlaku
secara otomatis dengan sendirinya, pada saat berlakunya
UUD 1945, yang menyebabkan peraturan hukum Hindia
Belanda tentang kependudukan, menjadi otomatis karena
hukum (van rechtswege) dengan sendirinya tidak mengikat
(nietig eo ipso) terhadap WNI.
Dengan demikian, kedudukan orang Bumiputra sebagai
warga masyarakat hukum, yang dalam Hukum Pertanahan
Adat dengan teori ‘beschikkingsrecht’, adalah pemilik asal
sebenarnya atas tanah masyarakat hukum, pun layak
diterjemahkan dengan tafsiran baru yang menempatkan
mereka sebagai WNI menjadi pemilik asal sebenarnya atas
tanah dalam wilayah NKRI. Hak sebagai pemilik sebenarnya