Page 241 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 241

214     Herman Soesangobeng

                 melemah karena telah dimiliki dengan hak milik oleh warga
                 persekutuan hukum yaitu para penjual dan pembeli.
                    Dengan demikian,  sebelum terjadi  ikrar  kesepakatan
                 jual beli kepemilikan tanah, kepala masyarakat hukum adat
                 harus diikutsertakan untuk memastikan  dua hal utama
                 yaitu:  pertama,  bahwa para  pihak  adalah benar  pemilik
                 tanah; dan kedua, bahwa jual beli dilakukan sesuai dengan
                 ketentuan hukum adat yang berlaku. Ketentuan hukum adat
                 yang berlaku, adalah bahwa  para pihak sudah melakukan
                 pelunasan tunai bagi pemulihan keseimbangan magis, karena
                 adanya  penyerahan  tanah  oleh penjual  kepada  pembeli.
                 Karena ketidakseimbangan magis yang  disebabkan oleh
                 salah satu pihak tidak melakukan pelunasan tunai kekuatan
                 magis tanah objek jual beli, akan berdampak  langsung pada
                 hukuman dari roh-roh nenek moyang  terhadap masyarakat
                 dan  kehidupan  dalam  masyarakat  hukum  adatnya.  Dasar
                 filsofi  inilah yang mewajibkan syarat jual beli kepemilikan
                 tanah dalam adat, harus dilakukan dengan memenuhi
                 persyaratan ‘tunai dan terang’ yaitu dilakukan di hadapan
                 kepala adat dan pelunasan tunai harga magisnya tanah oleh
                 penjual dan pembeli.
                    Penerjemahan dengan tafisran baru secara kontemporer
                 atas asas dan ajaran ‘jual beli tanah’, sebagai dasar lahirnya sifat
                 hak kebendaan (zakelijk recht) atas tanah, ialah karena filosofi
                 jual beli yang bermaksud mengalihkan hak kepemilikan dan
                 menyerahkan tanah sebagai benda tetap, haruslah dilakukan
                 oleh serta di antara para pemilik tanah. Karena para pemiliklah
                 yang telah memiliki  hubungan hukum  yang terkuat  dan
                 terpenuh dalam hal ini hak kekuasaan masyarakat atau Negara,
                 sudah menjadi sangat lemah, walaupun tidak pernah lenyap.
                 Filosofi ini juga sudah dilembagakan kembali melalui Pasal
                 33  UUD  1945,  sehingga  asas  dan  ajaran  hukum  adat  itu
                 perlu  ditegakkan  dalam  sistim  hukum  pertanahan  nasional
                 Indonesia. Maka sifat hak kebendaan atas tanah, yang dalam
                 hukum pertanahan BW/KUHPInd. harus dilakukan melalui
   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246