Page 237 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 237

210     Herman Soesangobeng

                 harus selalu dilakukan  dalam  bentuk  dialog dan  perjanjian
                 sacral antara manusia dengan roh-roh nenek moyang dan
                 tanah yang  juga  dipandang  berjiwa  untuk  menghidupkan
                 manusia.  Konsepsi filosofis  inilah  yang  mendasari  adanya
                 kekuasaan  serta  hubungan  abadi antara manusia dengan
                 tanah  miliknya,  sehingga Ter  Haar  menyebutnya  sebagai
                 sebuah  hubungan  hukum  yang  kuat  dan  abadi.  Jadi
                 kedudukan hukum dari hak menguasai masyarakat hukum
                 adat itu adalah sebagai tuan (empunya)  yang  mempunyai
                 tanah  dengan  ‘hak  kepunyaan’,  yang  belum   sekuat dan
                 sepenuh untuk menjadi hak milik.
                    Konsep  ‘hak  menguasai  tanah’  sebagai  ‘empu’  atau
                 ‘tuan’-nya   dari  masrakat  hukum  adat  itu,  terbukti  telah
                 diterjemahkan kembali dan ditafsirkan secara kontemporer,
                 bahkan sudah dilembagakan menjadi norma dasar
                 konstitusional dalam Pasal 33 UUD 1945 serta Pasal 2 ayat
                 1  dan 2  UU No.  5/1960  (UUPA 1960).  Juga keabadian
                 hubungan manusia-masyarakat  dan  tanah,  pun  sudah
                 dibakukan kembali dalam rumusan Pasal 1 ayat 3 UUPA 1960.
                 Jadi  konsep filosofi  adat tentang  hak kekuasaan  masyarakat
                 hukum  adat  serta  keabadian  hubungan manusia  dengan
                 tanah dan masyarakat hukumnya  itu,  telah  diterjemahkan
                 dengan  penafsiran  baru  serta dilembagakan kembali menjadi
                 norma-norma dasar konstitusional Indonesia dalam rumusan
                 Pasal 33 UUD 1945 maupun peraturan pelaksananya dalam
                 Pasal 2 UUPA 1960.

            9.  Penegasan kedudukan hukum warga masyarakat hukum
                 adat jadi WNI.:
                    Unsur filosofi berikutnya yang diterjemahkan  dengan
                 tafsiran baru setelah terbentuknya Negara Kesatuan RI,
                 adalah penegasan status hukum  anggota warga masyarakat
                 hukum adat lokal menjadi warga Negara Indonesia (WNI),
                 yang dirumuskan menjadi norma dasar konstitusional dalam
                 pasal-pasal 26 dan 27 UUD 1945. Dengan demikian, sifat
   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242