Page 234 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 234

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     207


               7.  Penerjemahan  kembali dengan penafsiran baru norma
                   proses perolehan dan lahirnya hak menurut hukum
                   pertanahan adat:
                       Penerjemahan kembali dengan penafsiran baru atas
                    perolehan tanah  dan  lahirnya  hak  atas  tanah  menurut
                    hukum pertanahan adat, sangat diperlukan untuk mengatasi
                    kekacauan  hukum  dalam perolehan tanah dari  WNI yang
                    masih menggunakan sistim administrasi keagrariaan Belanda
                    sejak VOC sampai dengan Hindia Belanda. Proses lahirnya
                    hak kepemilikan  tanah menurut ajaran hukum  pertanahan
                    adat,  diawali  dengan  penguasaan dan  pendudukan  tanah
                    yang  melahirkan hak agraria untuk selanjutnya  bertumbuh
                    menjadi hak milik, karena intensita  dan lamanya  waktu
                    penguasaan  serta penggarapan  tanah yang diwariskan
                    kepada anak keturunan pemegang hak, seperti tampak dalam
                    diagram nomor 5 pada halaman 216.
                       Bentuk dan proses perolehan dan lahirnya hak menurut
                    hukum  adat  ini,  pada  masa  kekuasaan Belanda,  dibiarkan
                    hidup dan berlaku hanya di antara sesama orang Bumiputra,
                    yang dinyatakan sebagai ‘penggarap’ (bewerkers) atas tanah
                    milik Negara atau orang Belanda. Tanah yang digarap orang
                    Bumiputra  itu disebut ‘tanah milik  Negara tidak  bebas’
                    (onvrij landsdomein). Maka ketika pemerintah Belanda ingin
                    mendapatkan  kembali tanah miliknya  yang digarap  orang
                    Bumiputra,  hal itu dilakukan dengan cara ‘pembelian
                    kembali’   (afkopen)   dengan   pembayaran   ‘uang  tebusan’
                    (afkoopsom) sehingga   tanah   kembali    menjadi    ‘tanah
                    milik   Negara   bebas’   (vrij landsdomein). Selanjutnya tanah
                    harus diserahkan kembali kepada Negara Belanda, tanpa
                    adanya hak-hak adat yang melekat atau membebani tanah.
                    Proses penyerahan kembali dan pembersihan hak-hak adat
                    orang Bumiputra  itulah yang disebut ‘prijsgeving’  namun
                    diterjemahkan menjadi ‘serah lepas’ atau ‘pelepasan hak’
                    dari orang Bumipura kepada pemilik tanah sebenarnya yaitu
                    Negara Hindia Belanda. Jadi hak keperdataan kepemilikan
   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239