Page 90 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 90

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     63


                    en rechten) . Maka ‘kadaster’ lalu disebut juga ‘pendaftaran
                             26
                    tanah’. Kantor  kadaster  itu  dikepalai  oleh  seorang  pejabat
                    yang menjadi ‘kapala kantor pendaftaran  tanah’ (Hoofd
                    van de Kadaster Kantoor). Tugas dan kewenangannya adalah
                    mencatat  dengan  teliti  untuk  memastikan  ukuran luas, letak
                    tanda-tanda batas, letak bidang tanah, maupun bangunan
                    benda tetap yang ada melekat dan tertanam di atas bidang
                    tanah,  yang akan ditetapkan kepastian jenis hak yang akan
                    dikuasai dan  dimiliki  seseorang atau  badan hukum.  Untuk
                    itu, pegawai yang bertugas mengumpulkan data pun harus
                    berkeahlian dengan kemampuan khusus  dalam mengukur
                    bidang-bidang tanah,  sehingga mereka  disebut  ‘landmeeter’
                    yang dalam bahasa Indonesia, semula disebut ‘mantri ukur’
                    namun kemudian disebut ‘juru ukur’, dan sejak 1997 dengan
                    berlakunya  Peraturan  Pemerintah  Nomor  24  Tahun  1997,
                    disebut ‘surveyor’.
                       Bidang-bidang tanah yang dicatat dan diukur disebut
                    ‘bidang tanah terdaftar’ yang hasilnya digambarkan dalam
                    bentuk  rangkaian  bidang-bidang  tanah  maka  disebut  ‘peta
                    pendaftaran’ (kadastraal kaart/plan). Peta ‘kadastral kaart/plan’
                    itu berisikan informasi  tentang letak patok-patok batas yang
                    menggambarkan  bentuk batas  bidang  tanah,  letak  batas-
                    batasnya menurut urutan mata angin: Utara, Selatan, Timur
                    dan Barat, serta nama para pemilik bidang-bidang tanah yang
                    berbatasan langsung dengan bidang tanah objek pendaftaran.
                    Patok-patok bidang tanah terdaftar (kadastraal parceel)  itu  harus
                    ditautkan  pada  titik ‘trianggulasi’ dengan titik ikat ‘polygoon’
                    tertentu. Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24
                    Tahun 1997, titik taut dan titik-titik  ikat  itu  diatur dengan
                    pengukuran menggunakan  alat Global Positioning System dan
                    menggunakan proyeksi peta TM 3, disertai titik perapatan
                    titik dasar teknik Orde 1 sampai Orde 4.


                   26   Cf. C.C.J. Maasen en A.P.G. Hens, Agrarische regelingen voor het
               Gouvernementsgebied  van Java en Madura, Deel II,  Eerste Stuk,  Batavia:
               Drukkerij Ruygrok & Co.
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95