Page 95 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 95
68 Herman Soesangobeng
pertanahan serta keagrariaan yang dihadapi pemerintah.
Tujuh hal berikut adalah tindakan hukum yang dilakukan
untuk melaksanakan penegakkan Hukum Pertanahan dan
agraria dalam dominasi tujuan keagrariaan Hindia Belanda
setelah berlakunya IS 1925. Ketujuh kebijakan politik
hukum itu adalah:
a. Penghapusan lembaga ‘tanah partikelir’ (particulier-
landerijen),
b. Pembenahan administrasi pertanahan dan keagrariaan
c. Pemisahan dan pembedaan administrasi kelembagaan
serta pejabat hukum pertanahan dengan keagrariaan,
d. Pembentukan dan pengenalan lembaga Notaris serta
Advokat,
e. Pemberian ‘hak milik agraria’ (agrarisch eigendom) kepada
orang Bumiputra yang sudah dipersamakan (gelijkgestelde
Europeanen),
f. Pengembangan cabang ilmu ‘hukum antar golongan’
(intergentiel recht) dengan kekhususan untuk penyelesaian
masalah agraria menjadi ‘hukum agraria antar golongan’
(agrarisch intergentiel recht). 53
1
g. Perluasan berlakunya teori ‘domeinverklaring’ di luar Jawa
dan Madura
2. Penghapusan lembaga tanah partikelir (partikulier-
landerijen):
Lembaga tanah partikelir lahir setelah VOC menaklukan
(gekonquesteert) Bupati Jacatra pada 1619 oleh Jan Pieterszoon
Coen, yang dinilainya sebagai raja kecil Jacatra. Setelah
penaklukan itu, pada 1620 dengan Resolutie tanggal 20 Maret
1620, VOC mengklaim batas-batas tanah kekuasaannya di
Barat sungai Cisadane, di Utara pulau-pulau di laut Jawa
(maksudnya kepulauan Seribu), di Timur sungai Citarum,
dan Selatan Samudra Hindia . Seluruh daerah kekuasaan
2
1 Cf. Gouw Giok Siong, Hukum Agraria Antar Golongan, Jakarta:
Penerbit Universitas, 1959.
2 R. Supomo dan R. Djokosutono, Sejarah Politik Hukum Adat