Page 98 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 98
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 71
dasar Indische Staatsregeling (IS), dalam hal ini larangan
terhadap Gubernur Jenderal itu dipertegas dalam Pasal 51
IS, maka dasar hukum penghapusan lembaga tanah partikelir
itu pun menjadi lebih dipertegas. Jadi pemerintah harus
melakukan pembelian kembali tanah-tanah partikelir dari
para tuan tanah. Pembelian kembali itu dilakukan melalui
lembaga perbuatan hukum jual beli (koop en verkoop), untuk
memutuskan hubungan hak keperdataan para tuan tanah.
Untuk itu, pejabat Negara yang berwenang membuat akta
jual beli (koop en verkoop acte), adalah Notaris.
Namun sekali lagi, pemerintah Belanda mengalami
kekurangan dana untuk membeli kembali tanah-tanah
partikelir, maka diserahkan kepada perusahaan swasta untuk
membelinya dan kemudian akan dibayar kembali oleh
pemerintah Belanda. Kewenangan pembelian kembali itu,
diserahkan kepada badan hukum ‘N.V. Javasche Particuliere
Landeringen Maatschapij’ dengan dana talangan dari ‘Javase
Bank’. Sampai dengan pecahnya perang Pasifik pada tahun
1942, tidak semua tanah partikelir bisa dibeli kembali oleh
‘Maatschapij’ tersebut, yang baru berhasil membeli seluas ±
80.713 hektar saja. Maka pada tahun 1958, dengan undang-
undang nomor 1 tahun 1958, lembaga tanah partikelir
dihapus oleh Pemerintah Republik Indonesia.
2.1. Model penjualan tanah partikelir dan perbuatan
hukumnya:
Penghapusan tanah partikelir itu, tidak otomatis
menghapus juga model penjualan tanah serta perbuatan
hukumnya. Model penjualan tanah partikelir dan perbuatan
hukumnya masih dianut hingga kini. Maka perlu dijelaskan
lebih rinci model tersebut, agar dapat dilihat kesalahannya
ketika dipraktekkan dalam Negara Republik Indonesia
yang sudah merdeka, berdaulat dan berideologi Negara
Pancasila. Kesalahan mendasar yang tidak disadari, adalah
perlakuan atas warga Negara Republik Indonesia yang