Page 103 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 103

76     Herman Soesangobeng

                    Terhadap  penduduk  pribumi,  tidak ditemukan  informasi
                 tentang bentuk pembayaran tebusan oleh Chastelijn.
                 Akan tetapi,  dapat diduga karena VOC menggunakan
                 prinsip  yang sama dengan  ajaran  hukum Romawi tentang
                 ‘tanah taklukan’  (agri  limitati) , yaitu menggunakan istilah
                                             7
                 ‘ditaklukan’ (gekonquesteert)  atas Bupati sebagai  Raja kecil
                                         8
                 Jacatra, maka dapat ditafsirkan  bahwa  perlakuannya  pun
                 sama  dengan ajaran hukum  Romawi tentang ‘tanah taklukan’
                 (agri limitati). Tanah taklukan (agri limitati), dalam hukum
                 pertanahan  Romawi,  adalah  menjadi  milik  penakluk,  baik
                 tanah maupun  penduduknya,  sehingga dapat dijual atau
                 dibagi-bagikan kepada tentara dan warga Negara penakluk.
                 Persamaan itu dapat dibuktikan dengan fakta bahwa
                 setelah  penaklukkan pada 1619,  VOC membagi-bagikan
                 tanah kepada para  mantan tentaranya sebagai upah, atau
                 dihadiahkan untuk ditanami dalam hubungan sewa, bahkan
                 ada pula yang dijual kepada siapa saja yang menginginkan.
                 Pemberian sebagai upah dan hadiah maupun penjualan itu
                 adalah  untuk  membangun  perluasan  kota  Batavia  di  luar
                 benteng menjadi kota pelabuhan dagang.

            2.5. Surat wasiat Chastelijn:
                    Dari surat wasiat Chastelijn, dapat ditafsirkan  bahwa
                 Chastelijn tidak memberikan ‘uang tebusan’ (afkoopsom)
                 kepada  penduduk  desa  orang pribumi setempat. Namun,
                 mengizinkan  mereka  untuk  tetap  bertempat  tinggal  di
                 desanya dengan izin mengusahakan tanah yang sudah dibeli
                 Chastelijn, disertai    kewajiban   membayar    pajak    yang
                 disebut  ‘cuke’  Meski  demikian, untuk  mengerjakan  tanah-
                 tanahnya  yang  sangat  luas,  Chastelijn mendatangkan para
                 pekerja yang ketika itu disebut ‘budak-budak’  (slaven) dari


                7    Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary: Definitions of the
            Terms and Phares of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern,
            St. Paul, West Publishing Co, 1979, hlmn. 63.
                8    R. Roestandi Ardiwilaga,  Hukum Agraria  Indonesia, Bandung-
            Jakarta: Penerbit Masa Baru, 1962, hlmn. 115.
   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108