Page 101 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 101
74 Herman Soesangobeng
disebut ‘schadelosstelling’ yaitu suatu pembayaran nilai harga
5
jual tanah yang besarnya diperkirakan Negara tidak akan
merugikan pemilik tanah, karena telah kehilangan keuntungan
ekonomi yang secara wajar bisa diperolehnya, bilamana
tanahnya dijual bebas sesuai dengan harga pasar. Bahasa
hukum Inggeris menyebutnya ‘compensation’ (kompensasi).
Jadi penerjemahan istilah bahasa hukum Belanda ‘afkoopsom’
menjadi ‘nilai/uang ganti rugi’ atau ‘kompensasi’, adalah
keliru dan salah.
2.3. Kesalahan terjemahan istilah ‘afkopen’ jadi ‘pelepasan
hak’:
Lembaga perbuatan hukum ‘afkopen’ yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘pelepasan hak’ itu masih
terus digunakan hingga kini, sekalipun orang Bumiputra
sudah menjadi warga Negara Indonesia yang merdeka dan
menjadi pemilik sebenarnya atas tanah, sebab Negara
Republik Indonesia hanya berkewenangan mengurus tanah
dengan ‘hak menguasai dari negara’ (bisa disingkat HMDN).
Demikian pula lembaga ‘afkoopsom’ yang pada masa VOC
disebut ‘prijsgegevens’ yang diterjemahkan menjadi ‘uang
ganti rugi’, pun masih terus digunakan Pemerintah Republik
Indonesia dalam perolehan tanah dari penguasaan serta
pendudukan oleh warga negaranya. Bahkan konsepsi hukum
‘prijsgegevens’ berupa ‘pelepasan hak Adat’ orang Bumiputra
dan ‘penyerahan tanahnya’ menjadi tanah ‘milik Negara
bebas’ (vrij landsdomein), pun dilembagakan kembali dan
dikukuhkan menjadi lembaga hukum Negara yang disebut
‘pembebasan tanah’. Pelembagaan kembali warisan lembaga
‘afkopen’ itu dilakukan melalui Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 15 tahun 1975 jo Peraturan Menteri Dalam
Negeri tahun 1976, yang dikaitkan dengan Undang-Undang
No. 20 tahun 1961 tentang ‘Pencabutan Hak atas Tanah dan
5 C.C.J. Maasen en A.P.G. Hens, Agrarische Regelingen voor het
Gouvernementsgebied van Java en Madoera, Deel I, Eerste Stuk, Batavia:
Drukkerij Ruygrok & Co., 1934, hlm. 591-594