Page 123 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 123
yaitu tidak bisa mengakomodir keadilan gender diantara laki-laki dan
perempuan. Akhirnya laki-laki lah yang paling banyak terdaftar dan
memiliki sertifikat tanah yang artinya laki-laki lebih banyak menguasai
tanah dibanding perempuan. Hal tersebut dalam jangka panjang
akan berdampak pada perempuan yang menjadi minoritas dalam
kepemilikan tanah.
Melihat peliknya permasalahan tersebut, reforma agraria sudah
sepantasnya harus bersifat solutif serta berorientasi pada pemenuhan
hak-hak dan keadilan bagi semua masyarakat, khususnya kaum
perempuan agar terciptanya kesetaraan gender sesuai amanat TAP
MPR No IX Tahun 2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam. Salah satunya dengan program “Land Development
Credit” atau kredit pembangunan tanah. Program tersebut merupakan
suatu bentuk pembangunan tanah dengan sistem kredit tanah melalui
Bank Tanah yang akan segera dilembagakan di Indonesia (Anonim
2017). Pembangunan tanah tersebut ditujukan untuk tanah pertanian
Indonesia melalui petani-petani perempuan. Nantinya, petani
perempuan di Indonesia harus diberikan hak atas tanah berupa hak
milik yang dapat dikredit dengan sistem bayar cicilan atau dikredit
melalui Bank Tanah.
Bank Tanah adalah salah satu sarana manajemen sumber daya yang
penting untuk meningkatkan produktivitas pemanfaatan tanah. Metode
yang diusung dalam bank tanah adalah kontrol pasar dan stabilisasi tanah
pasar lokal. Bank tanah menjamin ketersediaan tanah untuk pelbagai
keperluan pembangunan di masa yang akan datang, efisiensi APBN/APBD,
mengurangi konflik dalam proses pembebasan tanah dan mengurangi
dampak buruk liberalisasi tanah (Limbong 2013, 45).
Tanah yang akan digunakan sebagai simpanan dalam Bank
Tanah adalah tanah-tanah yang telah diklasifikasikan dan diinventarisir
oleh lembaga pertanahan yang berwenang/BPN dan melekat hak
atas tanah di dalamnya. Sumber-sumber tanah tersebut diantaranya
adalah tanah terlantar, tanah aset pemerintah, tanah erfacht, tanah
103