Page 121 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 121
perempuan. kondisi tersebut berdampak minimnya perempaun dilibatkan
dalam pengambilan keputusan soal tanah (Anonim 2017). Melihat keadaan
seperti itu sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam, sudah mulai
dilakukan reforma agraria sejak era reformasi baru dimulai.
Agenda reforma agraria di Indonesia secara formal yuridis
tertuang dalam TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang didalamnya juga
mengatur mengenai prinsip keadilan termasuk kesetaraan gender
dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya alam sebagaimana
tercantum pada Pasal 4 butir 6 Republik Indonesia, Ketetapan MPR
RI No IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam. Namun, reforma agraria yang terjadi sampai pada
saat ini belum menggambarkan upaya untuk benar-benar menunjukan
pembaruan agraria termasuk perombakan struktur penguasaan hak
atas tanah hingga dapat mencegah terjadinya konflik agraria yang
selama ini secara nyata memiskinkan dan menguatkan kekerasan,
khususnya terhadap perempuan. Dampak yang berlapis akibat konflik
agraria yang terjadi terhadap perempuan seperti, hilangnya tanah
sebagai sumber kehidupan keluarga, meningkatnya beban perempuan
dalam memastikan tersedianya pangan keluarga dan kebutuhan rumah
tangga lainnya bahkan sampai harus ke luar negeri untuk menjadi
pekerja migran yang rentan terhadap ketidakadilan dan kekerasan.
Selain telah ada agenda reforma agraria, perihal penguasaan
dan kepemilikan tanah yang melampaui batas pada prinsipnya dilarang
dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah dan mengakhiri groot-
gronbezit, yaitu berkumpulnya tanah di tangan golongan-golongan
dan orang-orang tertentu (Harsono 2005, 368). Latar belakang
diberlakukannya pembatasan pemilikan dan penguasaan tanah adalah
karena semakin terbatasnya tanah pertanian, terutama di daerah-
daerah yang berpenduduk padat. Hal ini kemudian menimbulkan
kesulitan bagi para petani untuk memiliki tanah sendiri, sehingga pada
101