Page 153 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 153
(2014) mencatat terdapat 5.878 kasus pertanahan yang masuk ke BPN-
RI tahun 2014. Kasus-kasus tersebut terdiri dari kasus yang belum
terselesaikan di tahun 2013 sebanyak 1.927 kasus dan kasus baru di tahun
2014 sebanyak 3.906 kasus. Dari 5.878 kasus tersebut, sebanyak 2.910
kasus (57,92%) sudah terselesaikan dan masih ada sisa kasus sebanyak
2.968 kasus belum terselesaikan (ATR/BPN 2014).
Berdasarkan realita di atas, Pemerintah Indonesia melalui
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019 telah memutuskan untuk mengubah sistem pendaftaran
tanah di Indonesia, dari sistem pendaftaran tanah publikasi negatif
menjadi sistem publikasi positif. Mengenai sistem publikasi positif ini
merupakan dasar dan landasan terciptanya sistem torrens yang mana
sistem ini diciptakan oleh Robert Richard Torrens pada tahun 1858 di
Australia. Sistem pendaftaran tanah sistem torrens dengan publikasi
positif ini diyakini dapat memberikan kepastian hukum atas tanah
secara absolut. Pemerintah juga menjamin kebenaran semua informasi
yang tertulis dalam sertifikat hak atas tanah. Apabila terjadi kesalahan
administrasi oleh pemerintah (misalnya sertifikat ganda), pemerintah
akan memberikan dana kompensasi atau ganti kerugian atas kesalahan
administrasi tersebut.
Berdasarkan hal di atas, di sini penulis akan menguraikan
beberapa permasalahan, diantaranya bagaimana sertifikat hak atas
tanah di Indonesia?, bagaimana jika sistem torrens dengan publikasi
positif diterapkan di Indonesia?, dan sejauh mana pendaftaran tanah
sistem torrens dengan publikasi positif dalam hal penguatan hak rakyat
atas tanah ini dapat mewujudkan keadilan khususnya keadilan yang
berbasis pada keadilan gender?
Sertifikat hak atas tanah di Indonesia
Di Indonesia, sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat
bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c
UUPA dan pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
133