Page 30 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 30

Kepemilikan              Frekuensi   Prosentase
             Suami                                  37         61 %
             Istri                                  14         23 %
             Suami dan Istri dalam satu Sertifikat  10         16 %
                           Total                    61         100 %
                               Sumber : Listyawati, 2000

                   Dalam  penelitian  Listyawati  (2000)  menunjukan  bahwa
            mayoritas sertifikat  tanah yang  merupakan  harta  bersama  masih atas
            nama  suami.  Ini  mengidentifikasikan  bahwa  masalah  kempemilikan
            tanah  di negara Indonesia masih  sangat  patrineal  dalam  sistem
            patriakhinya. Sistem ini adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan
            laki-laki  sebagai  pemegang  kekuasaan  utama  dan  mendominasi
            dalam  peran kepemimpinan  politik,  otoritas moral, hak  sosial,  dan
            penguasaan terhadap properti yang ada (Koentjaraningrat, 2002). Oleh
            kerena itu perempuan seolah enggan dalam proses pengadministrasian
            tanah  dan  akhirnya  akses  terhadap  bukti  kepemilikan  tanah  menjadi
            rendah. Dari temuan itu, ada aspek penting tentang rendahnya bukti
            kepemilikan  tanah  oleh  perempuan  yang  sering  dilupakan  banyak
            pihak.  Urusan  domestik  rumah  tangga  menjadi salah satu  penyebab
            dari rendahnya bukti kepemilikan tanah, dan menjadi faktor penyebab
            ancaman kemiskinan jika terjadi perceraian rumah tangganya. Urusan
            domestik menunjuk makna adanya posisi subordinat sosok perempuan.
            Subordinasi itu bisa saja berasal dari sudut pandang laki-laki, ataupun
            dirinya sendiri yang memposisikan dirinya dalam posisi subordinasi itu
            (Widjajanti 2004). Cara pandang subordinasi perempuan oleh laki-laki
            berhubungan dengan internalisasi nilai tentang sejarah awal kehidupan
            manusia,  bahwa  perempuan  berasal  dari  tulang  rusuk  laki-laki.
            Nilai-nilai  ini semakin  kuat  ketika ajaran agama dan kebiasaan sosial
            kemasyarakatan  terus-menerus mengokohkannya. Berbagai  falsafah
            dalam kehidupan masyarakat, seperti perempuan adalah koncowingking
            (teman di belakang: dapur, rumah, sumur dan kasur), perempuan sebagai
            garwo (penjaga  rumah),  dan laki-laki  sebagai  anak  panah keluarga,
            menunjukkan adanya sistem patriakhi yang sangat kuat di masyarakat.

                                         10
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35