Page 99 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 99
Investasi dalam bidang semacam pariwisata dan pendidikan inilah yang
memunculkan bangunan-bangunan megah sebagai prasyarat dalam usaha
perputaran kapital yang lebih baik. Sayangnya, adanya perputaran kapital
dalam skema investasi justru menjadi titik jatuhnya pertanian dikarenakan
adanya kebutuhan lahan sebagai prasyarat ekonomi (means of production)
dan terutama sebagai penopang bekerjanya modal. Lahan sebagai satu yang
esensial dalam usaha pembangunan dan perputaran kapital mau tidak mau
harus mengalami peralihan fungsi sebagai satu keniscayaan akibat dominasi
tema-tema pembangunan berbasis ekonomi non pertanian.
Melihat alih fungsi lahan sebagai dinamika terdampak dari arah
kebijakan ekonomi politik di Kabupaten Sleman menunjukkan bagaimana
“lahan” dalam pembangunan ekonomi memiliki posisi yang fundamental.
Berperan sebagai salah satu faktor dalam perputaran kapital, menjadikan
lahan sebagai pilihan rasional dari setiap aktor ekonomi. Maka dari itu,
perannya yang mendasar telah meletakkan lahan sebagai satu materiil
yang paling diperebutkan oleh berbagai aktor. Hal inilah yang menjadi
satu basis rasional atas tingginya tingkat alih fungsi lahan di Kabupaten
Sleman. Berdasarkan salah satu sumber, alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di DIY pada tahun 2000-2006 menunjukkan angka 648,1140 ha
atau rata-rata perubahannya mencapai 108,0190 ha per tahun (BPN DIY
2007). Disebutkan oleh tirto.id, bahkan jumlah alih fungsi lahan mencapai
200 hektar setiap tahunnya (Ratnasari 2016)
Penggunaan Lahan
No Tahun
Sawah Tegal Pekarangan
1 2009 24.889 5.104 18.909
2 2010 24.796 5.094 19.012
3 2011 24.749 5.047 19.107
4 2012 24.665 5.036 19.201
5 2013 24.600 5.025 19.278
6 2014 25.543 5.018 19.340
7 2015 24.486 5.014 19.402
Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman Tahun 2009-2015
Sumber: Kantor Pengendalian Pertanahan Daerah,2015
79