Page 35 - Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat (Hasil Penelitian Strategis PPPM STPN 2014)
P. 35
PPPM - STPN Yogyakarta Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat
Xaverius Dotulong tidak jelas siapa saja yang dimaksud dengan ahli Meskipun kemudian selama beberapa waktu beberapa ahli
waris tersebut. waris dotulong berdomisili di Pulau Lembeh. Namun ketika
memanasnya suhu politik terkait konflik kepemilikan tanah ini,
b) Klaim Penguasaan Tanah oleh Masyarakat
para ahli waris mulai mengalihkan kepemilikan tanahnya kepada
Klaim penguasaan masyarakat didasarkan pada fakta bahwa pihak lain dan meninggalkan Pulau Lembeh untuk pindah ke
masyarakat setempat telah tinggal dan menetap di wilayah tersebut Bitung.
selama lebih dari 20 tahun. Dari informasi yang diperoleh dari
narasumber di lapangan, mereka telah mendiami Pulau Lembeh c) Pengaturan Pertanahan versi Negara
sejak tahun 1965 ketika terjadi peristiwa Perdjuangan Semesta atau Dengan didasarkan pada SK Mendagri No. 170 Tahun 1984,
Perdjuangan Rakjat Semesta (PERMESTA) di wilayah Bitung dan disebutkan bahwa Pulau Lembeh adalah tanah yang dikuasai
bahkan ada yang telah ada jauh sebelum itu. Atas dasar ini, langsung oleh negara. Artinya kebijakan negara melalui HMN
masyarakat mengehendaki pemerintah dapat secara arif bijaksana berwenang untuk mengatur:
mengakui penguasaan tanah mereka dan mengesahkan kepemilikan-
nya melalui penerbitan sertipikat tanah. 1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan
Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Johan Rahasia, di- persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa
ungkapkan bahwa Pulau Lembeh ini telah dihuni oleh masyarakat tersebut;
sejak abad ke 15 seperti dari Bangsa Sangir Talaud, Ternate, Tidore, 2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
Batjan, dan Bolaang-Mongondow khususnya Loloda. Pada masa itu antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa;
Pulau Lembeh menjadi sebuah pulau yang sangat menarik bagi 3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
para pengembara maritim maupun perompak. Yaitu karena letak antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai
pulau ini yang sangat strategis dan memiliki potensi alam berupa bumi, air, dan ruang angkasa.
sarang burung lelayang yang sangat bernilai. Selain itu karena Atas dasar pemahaman inilah kemuadian pemerintah dalam
letaknya yang tidak jauh dengan Kota Bitung, membuatnya menjadi hal ini dirjen agraria yang saat itu berada dalam naungan
tujuan pengembaraan bagi sebagian orang yang terkena dampak kementerian dalam negeri menetapkan pulau lembeh sebagai tanah
dari peristiwa PERMESTA. yang dikuasai langsung oleh masyarakat. Berdasarkan informasi
Berdasarkan buku dan pengakuan dari para narasumber, pada dari narasumber G. Lumintang diketahui bahwa sebelum terbitnya
saat itu sama sekali tidak ada dari suku bangsa minahasa yang surat keputusan ini telah dilakukan semacam penelitian pen-
mendiami wilayah tersebut. Bahkan Xaverius Dotulong juga tidak dahuluan atau tepatnya beberapa kali rapat tertutup yang
berdomisili di wilayah yang diklaim sebagai miliknya tersebut. Hal melibatkan berbagai pihak terkait seperti keluarga ahli waris, kantor
inilah yang menimbulkan asumsi bahwa Xaverius Dotulong tidak pertanahan kota bitung, kanwil BPN Prov. Sulawesi Utara, akademisi
pernah mendiami Pulau Lembeh dan hanya menguasai Pulau itu dari universitas sam ratulangi, pemerintah kota bitung, maupun
dari luar wilayah ketika Belanda mengesahkan kepemilikannya. juga pemerintah provinsi sulawesi utara. Disana dicapai kesepakatan
34 35