Page 232 - Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
P. 232
litigasi perlu diperhatikan faktor kedudukan partisipasi para pihak yang
bersengketa dan peran mediator. Resolusi konflik yang diharapkan adalah
dengan mewujudkan pembentukan pengadilan agrarian/ pengadilan
landreform/ lembaga pertanahan sebagai lembaga penyelesaian litigasi,
serta rekonseptualisasi konsep penguasaan tanah untuk kepentingan
penanaman modal melalui pemberian hak pakai atau hak sewa sebagai
lembaga hukum dan hubungan hukum konkrit dengan tidak melakukan
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah masyarakat dengan pemberian
ganti rugi.
3. Implementasi Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas
Tanah Dalam Pengadaan Untuk Kepentingan Umum.
Setelah menunggu 55 tahun barulah pada tahun 2000 dilakukan amandemen
yang kedua terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Amande men terhadap
Undang-Undang Dasar 1945 membawa konsekuensi penafsiran terhadap
pengakuan mengenai keberadaan mengenai keberadaan masyarakat
Hukum Adat dan hak-hak mereka yang diatur dalam Pasal 18B ayat (2)
yang berbunyi :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”
Dan Pasal 28 I ayat (3) yang berbunyi:
“identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.”
Kedua pasal ini masih menggunakan konsep “pengakuan bersyarat”
sebagaimana yang dianut oleh berbagai peraturan perundang-undangan
tentang Sumber Daya Alam (SDA) yang bersumber pada Pasal 33 ayat (3).
Dengan berpijak kepada asas-asas peraturan yang mengatur tentang “bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara”,
sangatlah kecil kemungkinan masyarakat hukum adat dengan mudah dan
cepat memperoleh pengakuannya. Hal ini dapat disebabkan peran negara
utuk mengakui keberadaan masyarakat hukum adat sepanjang masyarakat
215