Page 56 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 56

Sebagaimana dalam hukum adat di Indonesia, dalam Islam, orang
            yang menggarap tanah terlantar memiliki hak khusus. Orang yang telah
            menghidupkan sepetak lahan yang mati menjadi pemilik tanah tersebut.
            Ketentuan-ketentuan dasarnya dalam Islam adalah: Pertama, siapa yang
            telah mengusahakan lahan memiliki hak untuk menguasai; Kedua, orang
            yang tidak menanami atau membuatnya produktif, maka ia tidak dapat
            mengklaim tanah tersebut; Ketiga, tanda-tanda belaka tidak cukup untuk
            mengklaim kepemilikan, karena mereka harus membuat tanah tersebut
            produktif  dengan  bekerja  di  atasnya;  Keempat,  seseorang  yang  telah
            mengkalim sepetak lahan, hanya berhak sepanjang ia mengusahakan
            tanah tersebut secara ekonomi (bukan untuk menjualnya). Menurut
            suatu hadits, barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka ia
            paling berhak atasnya. 65

            D.  Tanah Terlantar dalam Perspektif  Yurisprudensi
                   Pengertian yurisprudensi mempuyai keberagaman arti, tergan-
            tung dengan sistem hukum yang dianut. Pada negara-negara yang
            sistem hukumnya Common Law seperti di Inggris atau Amerika Serikat,

            mempunyai pengertian yang lebih luas, dimana yurisprudensi berarti
            ilmu hukum. Sedangkan pengertian yurisprudensi di negara-negara
            Eropa Kontinental termasuk di Indonesia, maka yuriprudensi berarti
            putusan pengadilan.
                   Dalam sistem hukum Indonesia, tidak semua putusan pengadil-
            an  dapat  menjadi  atau  dianggap  yurispudensi.  Yurisprudensi  tidak
            sepenuhnya mengikat hakim dalam memutus perkara yang sama.
            Misalnya ada putusan hakim pengadilan sebelumnya yang dipakai untuk
            memutuskan  kasus dikemudian  hari, maka  bukanlah karena putusan

            hakim sebelumnya mempunyai kekuatan mengikat, melainkan karena
            hakim yang kemudian menganggap bahwa putusan sebelumnya itu
            memang dianggap tepat dan layak untuk diteladani. Putusan pengadilan
            hanya mempunyai kekuatan mengikat bagi perkara yang diadili itu dan


            65  Syahyuti, Nilai-Nilai  Kearifan Pada Konsep Penguasaan Tanah Menurut  Hukum
                Adat Di Indonesia, Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 24 No. 1, Juli 2006, hlm
                14-27.

                                                   BAB II     Pengaturan Tanah Terlantar  39
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61