Page 54 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 54
di atas, maka kriteria tanah yang digolongkan menjadi tanah terlantar
menurut Hukum Islam adalah: 61
a. Tanah yang tidak dimiliki oleh seseorang atau tanah yang tidak
terdapat hak milik atasnya, baik hak milik orang Islam maupun hak
milik non nuslim.
b. Tanah yang tidak digarap. Lahan yang tidak digarap dapat dibuktikan
dengan tanda-tanda pada lahan tersebut seperti pemagaran, bekas
penggarapan dan tanda-tanda lainnya yang biasa dipakai oleh
masyarakat setempat.
c. Tanah yang berada jauh di luar perkampungan.
Ada dua kriteria penentu tanah mawat menurut hukum Islam.
Pertama, tanah bersangkutan tidak pernah dimiliki dan tidak pernah
diusahakan oleh seseorang (harta mubah). Kedua, tanah yang pernah
diusahakan oleh seseorang, tetapi kemudian tanah tersebut ditinggalkan,
tanah-tanah yang demikian, kriteria penentunya mengikuti amalan iqta’
dan tahjiir’ yakni adanya jangka waktu tertentu selama 3 Tahun. 62
Mengenai penertiban tanah mawat menurut Hukum Islam, dapat
dipahami dengan mengemukakan suatu prinsip pencabutan hak milik
atas tanah-tanah sawafi (Tanah mawat yang tidal dimiliki seseorang),
seperti dijelaskan Ridzuan Awang sebagai berikut:
Tanah-tanah sawafi yang telah diberi milik (iqta’) oleh pemerintah
kepada orang-orang tertentu untuk diusahakan dan dimakmurkan.
Tanah-tanah ini jika sekiranya tidak dimajukan dalam masa tiga
Tahun atau menjadi terbiar selempas tempo tiga Tahun itu, maka
kerajaan boleh mengambil kembali dari pemiliknya atau memberi
milik tanah kepada orang lain. Dan pengambilan kembali ini
dilakukan tanpa pembayaran biaya rampasan. Demikian juga
jika pemilik tanah tidak mampu dan tidak mempunyai upaya
untuk mengusahakan dan membangun tanahnya dengan alasan
tanah tersebut terlalu luas. Maka kerajaan (pemerintah) boleh
mengambil kembali kadar kekuasaan itu dan diberikan milik
61 Supriyanto, Op. Cit, hlm, 55
62 Ria Fitri, Op. Cit.
BAB II Pengaturan Tanah Terlantar 37