Page 63 - Konsolidasi Tanah, Tata Ruang dan Ketahanan Nasional
P. 63
Konsolidasi Tanah, Tata Ruang, dan Ketahanan Nasional 49
Selain itu, ketentuan yang tersedia sekarang ini masih
mengatur KT dengan asumsi dilakukan dalam keadaan normal,
sama sekali belum antisipatif untuk mengatur pelaksanaan
KT untuk merestorasi kerusakan ruang atau bentang lahan
yang diakibatkan oleh bencana alam, seperti tsunami maupun
erupsi gunung api. Aturan hukum yang berlaku saat ini
menyatakan bahwa pelaksanaan KT dalam rangka merestorasi
kerusakan bentang lahan akibat bencana alam pun harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan minimal 85% dari
pemilik tanah di lokasi KT yang direncanakan. Kelemahan
lainnya, adalah ketidakmampuan aturan hukum yang tersedia
untuk mendorong atau memberikan instentif kepada anggota
masyarakat atau kelompok masyarakat untuk melaksanakan
KT dalam skala tertentu agar letak dan lokasi tanah masyarakat
dapat ditata melalui konsep KT.
Kelemahan aturan hukum yang tersedia juga tampak pada
bentuk atau jenis aturan yang masih diatur dengan Peraturan
Kepala BPN dengan berbagai Surat atau Surat Edaran Kepala
BPN. Bentuk hukum atau jenis aturan yang hanya pada level
Peraturan Kepala BPN itu sejak tahun 1991 sampai saat ini, adalah
indikasi betapa komitmen untuk mengatur KT dalam bentuk
hukum atau jenis aturan yang lebih memadai belum dimiliki
oleh Negara Indonesia. Akibatnya, kalaupun otoritas ATR/BPN
memiliki keinginan yang tinggi untuk melaksanakan KT sebagai
instrumen untuk menjabarkan atau memanfaatkan ruang secara
efektif, hal itu lebih merupakan keinginan yang belum didukung
oleh komitmen yang nyata berdasarkan aturan hukum yang
memadai secara substansial dan kebijakan pengaturan.