Page 68 - Konsolidasi Tanah, Tata Ruang dan Ketahanan Nasional
P. 68
54 Oloan Sitorus
sarana fasilitas umum lainnya, setelah 5 (lima) atau bahkan
10 (sepuluh) tahun sertipikat tanah diselesaikan oleh otoritas
pertanahan. Alasannya, bahwa Pemda (dalam hal ini jajarannya
yang relevan seperti otoritas pekerjaan umum) belum memiliki
rencana pembangunan jalan atau infrastruktur lainnya di lokasi
pelaksanaan KT tersebut. Sesungguhnya, secara akal sehat
birokrasi hal itu tidak dapat terjadi, oleh karena penetapan lokasi
KT itu sendiri dilakukan oleh Bupati/Walikota. Bahkan, dalam
15
keanggotaan Tim Pengendalian Provinsi dan Tim Koordinasi
Kabupaten/Kotamadya ada unsur otoritas Pekerjaan Umum
(PU) sebagai anggota. Konsekuensi logisnya, seluruh jajaran
16
Bupati/Walikota (seperti otoritas pekerjaan umum) seharusnya
merancang kegiatan penindaklanjutan pelaksanaan KT pada
tahun anggaran berikutnya.
Namun, mengapa tindaklanjut itu tidak dilakukan?
Tampaknya, sinergisme substansial di antara otoritas pertanahan
(sebagai instansi vertikal) dengan otoritas Pekerjaan Umum
(sebagian dari Pemda) penting untuk dibangun kembali, sejak
awal. Dikhawatirkan, ketika melakukan proses pemilihan lokasi
pun (sebelum penentuan lokasi) belum ada komunikasi yang
intensif diantara semua instansi yang masuk dalam keanggotaan
Tim Pengendalian Provinsi dan Tim Koordinasi Kabupaten/
Kotamadya itu. Artinya, koordinasi yang substansial belum
terjadi ketika melakukan pemilihan dan penentuan lokasi KT.
15 Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi
Tanah, Pasal 4 ayat (1).
16 Surat Edaran Kepala BPN No. 410-4245 tanggal 7 Desember 1991
perihal Petunjuk Pelaksanaan KT, Poin 4.