Page 70 - Konsolidasi Tanah, Tata Ruang dan Ketahanan Nasional
P. 70
56 Oloan Sitorus
memenuhi kebutuhan masyarakat, karena ketersediaan ruang
hidup relatif tetap. Dalam keterbatasan sarana dan prasarana
kehidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan
peningkatan kesejahteraannya, masyarakat akan bergerak
terus saling memperebutkan ruang hidup dan ruang kehidupan
(lebensraum). Pada umumnya, bergerak dari desa ke kota,
meskipun ada pula yang bergerak dari kota desa. Membangun
kota (city) dengan segala dinamika penghuninya (citizen)
akan menjadi persoalan global. Apalagi ketika kecenderungan
demokratisasi menjadi pilihan hidup berbagai bangsa dalam
menyelenggarakan negaranya. Namun, keterkaitan desa-
kota tetaplah kiranya harus menjadi pilihan pengelolaan
kewilayahan yang masih mendambakan harmoni.
Pada awal abad ke-20 sebanyak 14% manusia dunia ini
hidup di kawasan perkotaan. Konsep “global village” yang
dicetuskan Marshall Mc Luhan pada tahun 1960-an sudah
saatnya dipersoalkan, karena kenyataan menunjukkan
bahwa yang lebih tepat adalah “global city” atau menurut
Herbert Givardet disebut “globalopolis”. Perkembangan
kota-kota di dunia yang sangat pesat, khususnya di Negara-
negara bekembang menciptakan aneka masalah yang belum
pernah dihadapi sebelumnya, seperti: degradasi lingkungan,
kesumpekan, kemacetan, krisis sosial, kerusuhan, dan
kriminalitas merebak dimana-mana, terutama di kota-kota
besar, metropolis, dan megapolis. Kemudian muncullah
istilah “hyper-cities” yang juga disebut “macrocephaly” atau
kota dengan kepala membesar, dengan jumlah penduduk
lebih dari 15 juta jiwa, yang sangat tidak sehat. Fenomena “sick