Page 71 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 71

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            itu tidak ada yang berani menentang hingga datang
            seseorang yang bernama Saronto datang ke desa
            Ngandagan ini pada tahun 1962. Ia adalah seorang ang-
            gota partai PNI dari Cilacap. Ia menjadi menantu dari
            Martosudarmo yang saat itu menjabat sebagai Congkok. 8
            Martosudarmo memang terkenal sebagai penentang
            utama kebijakan redistribusi dan relokasi itu. Tanahnya
            terkena kebijakan pemotongan dan penempatan rumah.
            Meski demikian, ia adalah pendukung utama ketika
            Soemotirto mencalonkan diri sebagai lurah pada tahun
            1946, sehingga tentangan atas kebijakannya itu kalah
            berhadapan dengan ketetapan Soemotirto. 9
                Kehadiran Saronto berperanan penting dalam
            mengubah karir Soemotirto, yang selanjutnya mempenga-
            ruhi juga arah bandul sejarah Ngandagan. Ada tiga
            perkara yang dituduh Saronto kepada Soemotirto: 1)
            korupsi dana pembangunan; 2) dipermasalahkannya
            kembali  tanah yang diambil dalam penataan ulang; dan
                                           10
            3) korupsi pembangunan jembatan.  Ia justru sama sekali
            tidak mempermasalahkan kebijakan tanah buruhan.
            Diperkarakannya Soemotirto ini menjadi titik balik bagi



                8  Wawancara dengan Ny. Saronto, 6 Juni 2010.
                9  Bahkan dalam rapat akhir penentuan rencana redistribsi itu,
            dikisahkan Soemotirto mengeluarkan ancaman: “Apabila kamu tidak
            mau mengikutiku, maka aku akan mengundurkan diri dari jabatan
            Lurah!” Gunawan Wiradi, op.cit., hlm. 12.
                10  Wawancara dengan Soekatmo,  4 Juni 2010.

            50
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76